JAKARTA. Terhitung mulai 1 September, pemerintah kembali menaikkan tarif listrik untuk enam golongan pelanggan. Ini adalah kenaikan tarif periodik setiap dua bulanyang berlaku sejak Juli 2014 lalu. Selain kenaikan tarif listrik, bulan ini, pemerintah juga telah memberikan lampu hijau bagi PT Pertamina untuk menaikkan harga gas elpiji 12 kilogram (kg). Kendati begitu, pemerintah masih akan membahas lebih lanjut ihwal waktu dan besaran kenaikan harga elpiji tersebut. Diperkirakan, kenaikan ini dilakukan secara bertahap dengan kisaran Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kg. Kenaikan tarif listrik dan rencana kenaikan elpiji 12 kg ini sontak saja akan menimbulkan kekhawatiran bahwa inflasi pada bulan September bisa menjulang tinggi.
Namun, Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih memprediksi, inflasi akibat kenaikan tarif listrik tidak terlalu signifikan. Pasalnya, dalam kurun waktu satu tahun, kontribusi kenaikan listrik terhadap inflasi setahun hanya sebesar 0,2%. "Jika dibagi rata, hitungan kasar tekanan setiap triwulan hanya sebesar 0,05%. Sementara efek listrik bulan Juli lalu sekitar 0,06% hingga 0,07%," kata Lana kepada KONTAN, Minggu (31/8) kemarin. Namun, Lana belum bisa memperkirakan besaran tekanan inflasi total pada bulan September ini, jika pada akhirnya situasi ini ditambah dengan adanya kenaikan harga elpiji 12 kg ini. Pasalnya, elpiji 12 kg tidak masuk di dalam Harga Konsumen (HK) yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Lana hanya memperkirakan akan ada dampak tidak langsung akibat kenaikan harga elpiji 12 kg, yakni terjadi kelangkaan elpiji ukuran 3 kg yang selama ini lebih banyak dikonsumsi masyarakat. "Sejauh ini belum ada tanda-tanda hilangnya elpiji 3 kg. Mungkin efeknya baru akan dirasakan pada akhir September atau pada bulan Oktober nanti," kata Lana. Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam juga memperkirakan kontribusi kenaikan listrik bulan ini terhadap inflasi tidak terlalu signifikan. Namun Latif belum bisa memperkirakan besarnya inflasi bulan September akibat dua kenaikan harga di sektor energi ini.
Meski demikian, inflasi bulan September tahun ini diprediksi akan lebih besar dibandingkan dengan bulan September tahun sebelumnya. "Tapi, besarnya diperkirakan tidak akan melebihi bulan Juli. Rekor inflasi tertinggi masih pada bulan Juli lalu yakni sebesar 0,93%," tuturnya. Menurut Latif, pemerintah memiliki alasan membuat kebijakan kenaikan harga di bulan September lantaran pada bulan ini inflasi jauh lebih rendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, yakni Juni-Agustus. Menurutnya, pada bulan tersebut masyarakat dihadapkan pada banyak kebutuhan mulai dari pergantian tahun ajaran baru hingga menyambut puasa dan Lebaran. Latif berharap pemerintah tidak kehilangan momentum untuk menaikkan elpiji. Hanya saja pemerintah perlu mencegah agar kenaikan harga listrik dan elpiji tidak diikuti oleh kenaikan harga produk konsumsi. "Menjadi tugas dari pemerintah untuk memonitor agar dampak kenaikan listrik dan elpiji terhadap barang konsumsi masih dalam batas yang dapat ditoleransi," ucap Latif. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia