JAKARTA. Pemerintah bakal menaikkan tarif listrik bagi industri, mulai 1 Mei nanti. Sejumlah emiten pun bakal terkena efek kenaikan tarif setrum ini.Mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No. 9/2014 tentang tarif tenaga listrik subsidi oleh PT PLN, kenaikan berlangsung dalam empat tahap. Yakni pada 1 Mei, 1 Juli, 1 September dan 1 November tahun 2014.Selama periode itu, per dua bulan tarif listrik akan naik 8,6% untuk golongan 1-3. Masuk katagori ini adalah perusahaan yang sudah melantai di bursa. Sementara, golongan 1-4 naik sebesar 13,3%.Analis First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto menilai, sektor industri manufaktur paling terpukul dengan kenaikan listrik ini karena mempunyai beban listrik paling besar. Selain manufaktur, emiten pengelola hotel, seperti PT Hotel Sahid Jaya Tbk (SHID) juga akan terdampak.Senada dengan David, analis Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo bilang, sektor manufaktur terkena dampak paling besar atas naiknya tarif listrik. "Fasilitas produksi mereka banyak menggunakan tenaga listrik," kata dia. Dampak kenaikan ini paling dirasakan emiten sektor semen.Mandiri Sekuritas dalam risetnya, 17 April 2014 menuliskan, dampak tidak langsung dari kenaikan tarif listrik sulit untuk diukur, lantaran beban biaya listrik yang berbeda. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, proporsi biaya energi bagi total biaya untuk industri skala menengah dan besar berkisar antara 3% hingga 29,3%.Industri tembakau menyerap porsi terendah, yakni 3%. Sedangkan, industri non logam seperti semen, keramik, dan industri kaca menyerap porsi tertinggi.Liliana S. Bambang, analis Mandiri Sekuritas mencontohkan, tarif listrik untuk perusahaan semen, sebagian masih disubsidi. Misalnya, Semen Padang, anak usaha PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), sepenuhnya masih menikmati subsidi tarif listrik. "Semen Padang menyumbang 25% dari total biaya listrik SMGR," tulis Liliana.Anak usaha SMGR lain, yakni Semen Tonasa kini sudah mengoperasikan penuh pembangkit listriknya. Dalam hitungan Liliana, kenaikan tarif listrik bisa menambah beban total biaya SMGR sebesar 2,4% per ton. Oleh karena itu, SMGR akan menaikkan harga produk sekitar 5%-6% hingga akhir 2014.Kenaikan tarif listrik ini juga akan menjalar ke semua lini industri. Termasuk industri tekstil, ritel, perbankan, hingga konsumer. William Suryawijaya, analis Asjaya Indosurya Securities mengatakan, industri ritel turut memikul dampak besar dari kenaikan tarif listrik lantaran menambah biaya operasional untuk setiap gerainya."Terutama untuk gerai ritel yang buka 24 jam, sehingga pemakaian listriknya optimum," kata William. Demikian juga dengan industri tekstil yang mesin produksinya beroperasi dengan listrik.Buntut kenaikan tarif listrik, David memprediksi, harga barang-barang produksi emiten akan naik. Maklum, emiten tentu ingin menjaga margin agar tetap untung.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tarif listrik naik menyetrum emiten
JAKARTA. Pemerintah bakal menaikkan tarif listrik bagi industri, mulai 1 Mei nanti. Sejumlah emiten pun bakal terkena efek kenaikan tarif setrum ini.Mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No. 9/2014 tentang tarif tenaga listrik subsidi oleh PT PLN, kenaikan berlangsung dalam empat tahap. Yakni pada 1 Mei, 1 Juli, 1 September dan 1 November tahun 2014.Selama periode itu, per dua bulan tarif listrik akan naik 8,6% untuk golongan 1-3. Masuk katagori ini adalah perusahaan yang sudah melantai di bursa. Sementara, golongan 1-4 naik sebesar 13,3%.Analis First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto menilai, sektor industri manufaktur paling terpukul dengan kenaikan listrik ini karena mempunyai beban listrik paling besar. Selain manufaktur, emiten pengelola hotel, seperti PT Hotel Sahid Jaya Tbk (SHID) juga akan terdampak.Senada dengan David, analis Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo bilang, sektor manufaktur terkena dampak paling besar atas naiknya tarif listrik. "Fasilitas produksi mereka banyak menggunakan tenaga listrik," kata dia. Dampak kenaikan ini paling dirasakan emiten sektor semen.Mandiri Sekuritas dalam risetnya, 17 April 2014 menuliskan, dampak tidak langsung dari kenaikan tarif listrik sulit untuk diukur, lantaran beban biaya listrik yang berbeda. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, proporsi biaya energi bagi total biaya untuk industri skala menengah dan besar berkisar antara 3% hingga 29,3%.Industri tembakau menyerap porsi terendah, yakni 3%. Sedangkan, industri non logam seperti semen, keramik, dan industri kaca menyerap porsi tertinggi.Liliana S. Bambang, analis Mandiri Sekuritas mencontohkan, tarif listrik untuk perusahaan semen, sebagian masih disubsidi. Misalnya, Semen Padang, anak usaha PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), sepenuhnya masih menikmati subsidi tarif listrik. "Semen Padang menyumbang 25% dari total biaya listrik SMGR," tulis Liliana.Anak usaha SMGR lain, yakni Semen Tonasa kini sudah mengoperasikan penuh pembangkit listriknya. Dalam hitungan Liliana, kenaikan tarif listrik bisa menambah beban total biaya SMGR sebesar 2,4% per ton. Oleh karena itu, SMGR akan menaikkan harga produk sekitar 5%-6% hingga akhir 2014.Kenaikan tarif listrik ini juga akan menjalar ke semua lini industri. Termasuk industri tekstil, ritel, perbankan, hingga konsumer. William Suryawijaya, analis Asjaya Indosurya Securities mengatakan, industri ritel turut memikul dampak besar dari kenaikan tarif listrik lantaran menambah biaya operasional untuk setiap gerainya."Terutama untuk gerai ritel yang buka 24 jam, sehingga pemakaian listriknya optimum," kata William. Demikian juga dengan industri tekstil yang mesin produksinya beroperasi dengan listrik.Buntut kenaikan tarif listrik, David memprediksi, harga barang-barang produksi emiten akan naik. Maklum, emiten tentu ingin menjaga margin agar tetap untung.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News