JAKARTA. Kalangan pengusaha menolak rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 10% pada tahun depan. Kenaikan TDL akan menyebabkan biaya produksi meningkat dan melemahkan daya saing industri. Kondisi itu mengkhawatirkan karena bisa berdampak pada lonjakan produk impor.Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, kenaikan TDL akan menyebabkan daya saing industri makin melemah di pasar global. Apalagi pada tahun 2015, Indonesia akan memasuki masyarakat ekonomi Asean. "Jadi efeknya akan semakin berat," kata Adhi, Kamis (18/8).Bagi industri makanan dan minuman, Adhi mengatakan komponen energi termasuk listrik berkontribusi sebesar 8% hingga 10% dari total biaya produksi. Dengan adanya kenaikan TDL secara otomatis akan menyebabkan kenaikan pada harga pokok. Adhi khawatir biaya produksi yang tinggi akan menyebabkan pengusaha berpikir lebih baik impor daripada memproduksi sendiri. Apalagi impor didukung juga oleh nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat yang terus menguat.Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat mengatakan, kenaikan TDL merupakan suatu hal yang anomali. Satu sisi pemerintah meminta setoran pajak dari industri ditingkatkan, namun daya saing dilemahkan dengan kenaikan tarif listrik. Di tengah kurs Rupiah yang terus menguat, Ade berhitung kenaikan 10% menyebabkan harga listrik di dalam negeri lebih mahal dari China. "Apalagi jika Rupiah (terhadap US$) menguat sampai 8.000, kenaikan TDL akan membunuh industri," kata Ade.Ade mengatakan semua sektor industri akan menderita karena kenaikan TDL. Untuk itu, API menolak tegas rencana pemerintah menaikkan TDL. Di sisi lain, Ade mengatakan masih akan mempelajari skema kenaikan TDL yang akan dilakukan oleh pemerintah.Direktur Eksekutif, Federasi Pengemasan Indonesia Hengky Wibawa mengatakan, kenaikan TDL sudah pasti akan menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha. Komponen biaya listrik sendiri merupakan 15% hingga 20% dari total biaya produksi pengemasan. "Jika ada kenaikan TDL, maka akan menyebabkan kenaikan harga jual ke konsumen," kata Hengky.Menurut Adhi, selama ini ketidakefisienan PLN karena menggunakan bahan baku minyak (BBM) yang tidak terbarukan dan harganya terus naik. Seharusnya untuk mengurangi subsidi, pemerintah mencarikan solusi dengan menggunakan energi alternatif yang bisa dikembangkan seperti hydro, panas bumi, bahan bakar dan gas. “Jika energi alternatif jalan semua, subsidi ke PLN tidak perlu lagi. Tarif listrik semestinya malah diturunkan,” ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tarif listrik naik, pengusaha khawatir daya saing industri kian lemah
JAKARTA. Kalangan pengusaha menolak rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 10% pada tahun depan. Kenaikan TDL akan menyebabkan biaya produksi meningkat dan melemahkan daya saing industri. Kondisi itu mengkhawatirkan karena bisa berdampak pada lonjakan produk impor.Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, kenaikan TDL akan menyebabkan daya saing industri makin melemah di pasar global. Apalagi pada tahun 2015, Indonesia akan memasuki masyarakat ekonomi Asean. "Jadi efeknya akan semakin berat," kata Adhi, Kamis (18/8).Bagi industri makanan dan minuman, Adhi mengatakan komponen energi termasuk listrik berkontribusi sebesar 8% hingga 10% dari total biaya produksi. Dengan adanya kenaikan TDL secara otomatis akan menyebabkan kenaikan pada harga pokok. Adhi khawatir biaya produksi yang tinggi akan menyebabkan pengusaha berpikir lebih baik impor daripada memproduksi sendiri. Apalagi impor didukung juga oleh nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat yang terus menguat.Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat mengatakan, kenaikan TDL merupakan suatu hal yang anomali. Satu sisi pemerintah meminta setoran pajak dari industri ditingkatkan, namun daya saing dilemahkan dengan kenaikan tarif listrik. Di tengah kurs Rupiah yang terus menguat, Ade berhitung kenaikan 10% menyebabkan harga listrik di dalam negeri lebih mahal dari China. "Apalagi jika Rupiah (terhadap US$) menguat sampai 8.000, kenaikan TDL akan membunuh industri," kata Ade.Ade mengatakan semua sektor industri akan menderita karena kenaikan TDL. Untuk itu, API menolak tegas rencana pemerintah menaikkan TDL. Di sisi lain, Ade mengatakan masih akan mempelajari skema kenaikan TDL yang akan dilakukan oleh pemerintah.Direktur Eksekutif, Federasi Pengemasan Indonesia Hengky Wibawa mengatakan, kenaikan TDL sudah pasti akan menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha. Komponen biaya listrik sendiri merupakan 15% hingga 20% dari total biaya produksi pengemasan. "Jika ada kenaikan TDL, maka akan menyebabkan kenaikan harga jual ke konsumen," kata Hengky.Menurut Adhi, selama ini ketidakefisienan PLN karena menggunakan bahan baku minyak (BBM) yang tidak terbarukan dan harganya terus naik. Seharusnya untuk mengurangi subsidi, pemerintah mencarikan solusi dengan menggunakan energi alternatif yang bisa dikembangkan seperti hydro, panas bumi, bahan bakar dan gas. “Jika energi alternatif jalan semua, subsidi ke PLN tidak perlu lagi. Tarif listrik semestinya malah diturunkan,” ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News