JAKARTA. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menaikkan tarif pajak hiburan. Rencana tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pajak hiburan. Raperda ini menjadi revisi dari Perda Nomor 13 tahun 2010. Kenaikan tarif pajak hiburan tentu memiliki pengaruh terhadap industri hiburan di Jakarta. Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, salah satu pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar Jakarta berasal dari sektor hiburan, seperti hotel, cafe, panti pijat, hiburan malam dann lainnya. “Kalau tarif naik, otomatis pendapatan daerah juga akan naik,” katanya kepad KONTAN, Kamis (3/7). Tahun ini DKI Jakarta menargetkan pendapatan mencapai Rp 100 triliun. Menurut Sarman, bagi pengusaha kenaikan pajak tak terlalu menjadi soal karena pajak dibebankan pada konsumen. Efek penurunan pengunjung tempat hiburan akan terjadi sesaat saja kemudian akan naik kembali. Hal itu disebabkan karena Jakarta merupakan pusat hiburan, ditambah kemacetan dan beban kerja yang dihadapi warga membuat mereka tak segan mengeluarkan kocek lebih untuk mendapat hiburan.
Tarif pajak hiburan naik, ini kata pebisnis DKI
JAKARTA. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menaikkan tarif pajak hiburan. Rencana tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pajak hiburan. Raperda ini menjadi revisi dari Perda Nomor 13 tahun 2010. Kenaikan tarif pajak hiburan tentu memiliki pengaruh terhadap industri hiburan di Jakarta. Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, salah satu pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar Jakarta berasal dari sektor hiburan, seperti hotel, cafe, panti pijat, hiburan malam dann lainnya. “Kalau tarif naik, otomatis pendapatan daerah juga akan naik,” katanya kepad KONTAN, Kamis (3/7). Tahun ini DKI Jakarta menargetkan pendapatan mencapai Rp 100 triliun. Menurut Sarman, bagi pengusaha kenaikan pajak tak terlalu menjadi soal karena pajak dibebankan pada konsumen. Efek penurunan pengunjung tempat hiburan akan terjadi sesaat saja kemudian akan naik kembali. Hal itu disebabkan karena Jakarta merupakan pusat hiburan, ditambah kemacetan dan beban kerja yang dihadapi warga membuat mereka tak segan mengeluarkan kocek lebih untuk mendapat hiburan.