KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Prabowo Subianto berencana menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan dari 22% menjadi 20%. Penurunan tarif PPh Badan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan pemerhati pajak, lantaran bisa menurunkan ruang fiskal, namun di sisi lain akan berdampak positif terhadap dunia usaha. Pengamat Pajak sekaligus Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa pemangkasan tarif PPh Badan bisa berdampak kepada penerimaan pajak ke depannya.
Baca Juga: Pangkas Tarif PPh Badan Menjadi 20%, Prabowo Akan Terapkan Secara Bertahap Pasalnya, selama ini penerimaan PPh Badan menjadi salah satu kontributor besar dalam APBN. Bahkan, hingga Agustus 2024, penerimaan PPh Badan menjadi kontributor terbesar kedua penerimaan pajak. "Jadi, dengan kontribusinya yang besar maka ada risiko penurunan ruang fiskal ketika pemerintah menurunkan tarif PPh Badan," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Selasa (8/10), Padahal, kata Fajry, pemerintahan ke depan sangat membutuhkan perluasan ruang fiskal guna memenuhi janji politiknya. Apalagi, janji politik pemerintahan ke depan menggunakan biaya yang jumbo. "Tentu kita tak ingin mengorbankan kehati-hatian dalam pengelolaan uang negara," katanya.
Baca Juga: Tingkatkan Daya Saing, Prabowo akan Pangkas Tarif PPh Badan Menjadi 20% Di sisi yang lain, Fajry melihat penurunan tarif PPh Badan ini juga tidak sesuai dengan rencana penerapan pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15%. "Secara statutory memang tarif PPh Badan kita 22%, namun secara efektif bisa saja di bawah 15%. Mengapa? Karena ada perlakuan yang berbeda seperti adanya fasilitas atau insentif pajak selain itu ada pungutan yang bersifat final," imbuh Fajry. "Dan kalau diturunkan menjadi 20% maka semakin banyak yang secara efektif di bawah 15% dan kena top-up tax dalam mekanisme pajak minimum global," ucapnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono melihat bahwa tarif PPh Badan akan cenderung menurun ke depannya. Bahkan, tarif PPh Badan yang turun dari 22% menjadi 20% ini sebetulnya sudah direncanakan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020. Akan tetapi, pemberlakuannya dibatalkan oleh UU HPP sehingga tarif yang berlaku adalah 22%.
Baca Juga: Terdampak Pajak Minimum Global, Pemerintah Revisi Tax Holiday untuk Pengusaha Prianto menyebut, logika yang mendasari penurunan tarif PPh Badan tersebut adalah agar beban bajak untuk setiap Wajib Pajak Badan semakin berkurang. Dengan begitu, diharapkan akan semakin banyak Wajib Pajak Badan yang membayar tarif 20%. Oleh karena itu, Prianto tidak melihat penurunan tarif PPh Badan tersebut juga ikut menurunkan penerimaan pajak. "Dengan asumsi bahwa beban PPh Badan di setiap Wajib Pajak Badan akan turun, tapi jumlah Wajib Pajak Badan meningkat, secara agregat total penerimaan PPh Badan tetap dapat meningkat," kata Prianto. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi