KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Meski mendapat banyak protes, pemerintah tetap akan mengerek tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% dan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kenaikan tarif PPN ini dinilai akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
Ahmad Heri Firdaus menyampaikan, hasil hitungan Indef, pertumbuhan ekonomi akan terkoreksi 0,17% imbas kenaikan tarif PPN 12%. “Jadi selain pertumbuhan ekonominya akan turun 0,17% dari
business as usual, konsumsi rumah tangganya juga akan turun 0,26%,” tutur Ahmad dalam diskusi INDEF, Senin (18/11). Ia mencontohkan, misalnya pertumbuhan ekonomi Indonesia seharusnya mencapai 5%, maka gara-gara tarif PPN 12%, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,83%. “Jadi hanya 4,83% pertumbuhan ekonomi kita gara-gara ada kenaikan PPN 12% yang harusnya tadi 5%,” ungkapnya.
Baca Juga: Mantan Stafsus Menkeu Buka Suara Soal PPN 12%, Berpotensi Hantam Industri Ritel Ahmad membeberkan terdapat beberapa alasan pertumbuhan ekonomi bisa terkoreksi, dan daya beli bisa menurun akibat kenaikan tarif PPN ini. Mulanya, produsen akan membeli bahan baku, kemudian diubah menjadi barang setengah jadi. Nantinya barang setengah jadi tersebut akan dibeli oleh industri. Namun harga jual barang setengah jadi akan meningkat imbas PPN 12%. “Kemudian juga kita beli barang di pasar, dimanapun terkena PPN. Sehingga akan menaikkan biaya produksi dan biaya konsumsi. Nah ini akan melemahkan daya beli, kemudian kalau daya belinya lemah, maka utilisasi dan penjualan menjadi tidak optimal,” jelasnya. Nah dengan melemahnya daya beli tersebut, akan berimbas pada tenaga kerja. Karena yang awalnya satu toko mempekerjakan banyak orang, bisa dikurangi karena daya beli di tokonya menjadi berkurang.
Baca Juga: Aprindo Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 12%, Ini Alasannya Disamping itu, upah pekerja juga bisa berkurang karena jumlah jam kerjanya dikurangi, imbas daya beli yang turun. Dengan permasalahan tersebut, secara otomatis pemulihan ekonomi akan terhambat, dan pendapatan negara juga akan turun. “Kalau pendapatan menurun, ya tentu saja konsumsi menurun, sehingga ini akan menghambat pencapaian target pertumbuhan,” kata Ahmad. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat