Tarif PPnBM mobil listrik 0% untuk dongkrak investasi mobil listrik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk menarik investasi mobil listrik bertenaga baterai, pemerintah akan merevisi ketentuan atas pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang berlaku. Dus, tarif PPnBM mobil listrik jenis battery electric vehicle (BEV) Pasal (Ps 36) sebesar 0%, sementara mobil listrik hibrida atau hybrid electric vehicle (HEV) tarif pajaknya berkisar 5% hingga 7%.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, adanya perbedaan tarif tersebut akan menarik investasi mobil listrik. Sebab, dalam aturan yang berlaku saat ini baik BEV atau HEV tarif PPnBM-nya sama yakni 0%. Nah, dengan rencana aturan baru, pabrikan BEV bisa menikmati tarif 0% kembali bila dalam dua tahun ada investasi yang masuk minimal sebesar Rp 5 triliun.

Sri Mulyani mengatakan, aturan baru PPnBM tersebut akan mendorong penjualan mobil listrik, sehingga juga menciptakan multiplier effect terhadap investasi di sektor turunan mobil listrik. Hal ini sejalan dengan geliat pemerintah yang bercita-cita membangun ekosistem mobil listrik mulai dari baretai hingga komponen mobil lainnya.


Baca Juga: Berupaya salip Tesla, Volkswagen percepat pembangunan pabrik dan infrastruktur

“Investasi di industri ini dapat disampaikan sudah ada tanda tangan MoU dengan beberapa perusahaan. Ada LG Energy Solution Ltd, Badische Anilin-und Soda-Fabrik (BASF), Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL), dan Tesla Inc. Ini muncul Pak Lihut, ini ada yang baterai saja ada industri terintegrasi bilang ekosistem bukan hanya mobil jadi,” kata Menkeu saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (15/3).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, rencana kebijakan PPnBM mobil listrik bakal efektif mendorong daya beli masyarakat. Ia memberi contoh, setelah Pemerintah China memberikan insentif pajak, harga mobil listrik yang dijual di China turun dari 3,4 kali terhadap harga mobil konvensional menjadi 1,9 kali.

Sejalan, di Jepang harga mobil turun dua kali lipat menjadi 1,7 kali mobil konvensional. “Kemudian Inggris dan Jerman. Ini sekaligus meningkatkan market share mobil listrik walaupun masyarakat juga akan merespon atau melihat dengan daya beli,” kata Febrio saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (16/3).

Sementara itu, Deputi Deregulasi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot mengatakan, sampai saat ini pihaknya tengah mempromosikan investasi mobil listrik BEV kepada investor yang sudah menjalankan investasi terkait, agar meningkatkan produksinya. Selain itu, mengajak pengusaha kendaraan bermotor konvesnsional untuk mendiversifikasi produk mobil dagangannya ke BEV.  

Kemudian, tentunya juga menarik investasi asing masuk ke dalam negeri. Sementara, untuk meyakinkan kepada investor bahwa iklim usaha mobil listrik kompetitif, BKPM tengah menjalankan sosialisasi kemudahan berusaha baik dari sisi regulasi aturan turunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Yoliut menambahkan, selain mendapat tarif PPnBM 0%, investor mobil listik BEV dengan nilai investasi Rp 5 triliun pun bisa mendapatkan tax holiday atau pemotongan pajak penghasilan selama 10 tahun.  

“Jadi kita tarik juga investasi yang besar-besar, meyakinkan kepada mereka (investor) bahwa regulasi yang dibuat pemerintah dan adanya insentif PPnBM akan menciptakan peluang pasar, sebab adanya kepastian daya beli dalam jangka waktu tertentu,” kata Yuliot kepada Kontan.co.id, Selasa (16/3).

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto mengatakan, pangsa pasar mobil listrik di Indonesia masih terbatas. Catatannya, dalam setahun biasanya hanya terjual kurang dari 10.000 mobil. Atau jauh lebih rendah dibanding penjualan mobil konvensional sekelas SUV, MPV, dan L-MPV yang mencapai sekitar 600.000 unit dalam setahun.

Kata Jongkie, penjualan mobil konvensional itu pada umumnya didominasi dengan harga Rp 250 juta ke bawah. Sementara, untuk harga mobil listrik tergolong mahal, yakni paling murah sekitar Rp 600 juta per unit. Apalagi untuk kelas BEV bisa mencapai Rp 1 miliar.

“Adakah yang mau investasi Rp 5 triliun untuk membangun full mobil listrik yang pangsa pasarnya sedikit itu? Setahun kan juga tidak mennutup ongkos,” kata Jongkie kepada Kontan.co.id, Selasa (15/3).

Jongkie menambahkan, untuk saat ini Gaikindo masih menunggu revisi beleid tersebut diundangkan. Dia berharap, pemerintah dapat lebih berimbang dalam menentukan batas nilai investasi, serta kebijakan yang bisa mendorong ekspor mobil listrik untuk memtigasi daya beli masyarakat yang masih mini.

Selanjutnya: Kemenperin buka peluang pemberian diskon PPnBM untuk mobil berkapasitas 2.500 cc

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat