Tarif premi murah, jangan harap proteksi yang wah!



JAKARTA. Ahmad Latif tak bisa menyembunyikan rasa gundahnya. Putri keduanya yang baru berusia 3 tahun dinyatakan positif terserang demam berdarah dengue (DBD). Kegundahan lelaki berusia 33 tahun itu semakin menjadi tatkala putrinya divonis harus dirawat inap beberapa hari.

Bukan karena cara penanganan sakit anaknya yang dipersoalkan Latif, tapi biaya pengobatan rawat inap di rumahsakit yang membuatnya gundah. Maklum, biasanya biaya rawat inap tidak sedikit. Nah, ketika anaknya harus dirawat inap, Latif tidak memegang uang tunai untuk biayanya.

Beruntung, perusahaan tempatnya bekerja menyediakan fasilitas tunjangan sakit untuk diri dan keluarganya. Sayangnya, Latif hanya seorang karyawan golongan rendah. Karenanya, plafon tunjangan kesehatan yang dia dapat dari kantornya nya hanya Rp 2 juta per tahun.


Di sini persoalannya. Ketika putrinya sembuh, Latif harus mengeluarkan total biaya rawat inap rumahsakit Rp 3,5 juta. Dana itu untuk biaya kamar kelas dua senilai Rp 275.000 per hari. Sisanya untuk biaya administrasi, pembelian obat, dan tindakan dokter. Alhasil, dengan plafon tunjangan kesehatan dari kantornya yang hanya Rp 2 juta, Latif pun harus merogoh kocek sendiri untuk menutupi biaya rawat inap sang anak.

Sejatinya, kisah seperti Latif banyak dialami masyarakat di negeri ini. Kendati telah memiliki dana tunjangan kesehatan dari perusahaannya, fasilitas itu tidak mencukupi biaya kesehatan keluarganya.

Jadi, apa yang harus dilakukan jika kita berada dalam posisi seperti Latif? Salah satu solusinya memiliki polis asuransi kesehatan dari luar kantor. Belakangan ini banyak perusahaan asuransi yang menjual produk asuransi kesehatan dengan premi murah di bawah Rp 100.000 per tahun.

Tapi, tunggu dulu. Sebelum memutuskan membeli, ada baiknya Anda mempertimbangkannya dengan matang. Dengan demikian, polis asuransi kesehatan yang kita beli dengan premi murah tersebut bisa benar-benar menutupi kebutuhan ketika kita sakit.

Nah, yang harus Anda lihat pertama, apakah fasilitas asuransi kesehatan dari perusahaan tempat bekerja telah meng-cover penuh kebutuhan biaya ketika sakit atau tidak. “Kalau sudah terpenuhi, tidak perlu membeli polis asuransi kesehatan lagi, meskipun preminya murah,” ujar Mohammad B. Teguh, perencana keuangan dari Quantum Magna Financial (QM).

Hal yang perlu dilihat juga adalah kebutuhan biaya kesehatan masing-masing individu. Sebab, tidak semua perusahaan menyediakan fasilitas asuransi kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan karyawannya. Contoh, jika mendapat perawatan di rumahsakit, karyawan di level tertentu hanya mendapat fasilitas perawatan di kamar yang tarifnya hanya Rp 300.000 per hari. Padahal, dia hanya nyaman dirawat di kamar yang tarifnya Rp 500.000 per hari.

Nah, jika itu yang dinginkan, maka karyawan itu harus menambah sendiri biaya tersebut dari kocek pribadinya. Ketika kondisinya seperti itu, Teguh menyarankan agar karyawan tadi memiliki asuransi kesehatan dari luar kantor. “Karena di situ ada selisih antara fasilitas yang didapat dari kantor dengan kebutuhannya,” imbuhnya.

Namun, Teguh mengingatkan agar nasabah teliti ketika membeli produk asuransi yang preminya murah. Berikut ini adalah beberapa tips memilih asuransi kesehatan dengan premi murah yang dirangkum KONTAN dari sejumlah perencana keuangan: Hitung UP-nya Poin penting lainnya yang harus dilakukan calon nasabah ketika membeli produk asuransi kesehatan premi murah adalah melihat besaran uang pertanggungan (UP) yang diberikan produk itu. Teguh memberi gambaran. Jika calon nasabah sakit dan harus mendapat perawatan di rumahsakit selama tiga hari, fasilitas uang santunannya harus menutupi atau mendekati total biaya rumahsakit. “Misalnya total biaya dibutuhkan Rp 1,5 juta, maka nilai santunannya Rp 500.000 per hari,” papar Teguh.

Pendapat senada diungkapkan Rahmi Permatasari, perencana keuangan dari Safir Senduk & Rekan. Dia bilang, pertanggungan asuransi dengan premi murah belum tentu bisa menutupi kebutuhan seseorang ketika sakit. “Asuransi premi murah biasanya membidik nasabah dengan penghasilan yang tidak terlalu besar,” imbuh dia.

Dengan begitu, karena preminya murah, otomatis perusahaan asuransi tersebut tidak bisa memberikan fasilitas perlindungan yang wah. “Pasti ada keterbatasannya atau tidak sesuai dengan kebutuhan nasabah. Jadi, lebih baik uangnya buat investasi saja,” kata dia.

Karenanya, Anda harus melihat apakah pertanggungan yang diberikan produk asuransi kesehatan dengan premi murah itu cukup memenuhi kebutuhan ketika sakit atau tidak, seperti biaya kamar, pembelian obat, dan tindakan dokter. Sistem klaim Selain uang pertanggungan, menurut Rakhmi, calon nasabah juga harus melihat sistem pembayaran klaim dari asuransi premi murah itu. Biasanya ada tiga sistem pembayaran klaim asuransi, yakni Reimburse, Cashless, dan Santunan.

Fasilitas klaim dengan sistem reimburse artinya nasabah harus membayar dulu biaya rumahsakit dari kocek pribadinya, kemudian ditagihkan kepada perusahaan asuransi dengan melampirkan kuitansi pembayaran dari pihak rumahsakit.

Sedangkan sistem cashless, kita menunjukkan kartu dari asuransi dan kasir rumahsakit akan menghubungi perusahaan asuransi. Tapi biasanya preminya sedikit lebih mahal dari sistem reimburse. Sementara itu, dengan sistem klaim santunan, perusahaan asuransi akan memberikan santunan harian selama Anda dirawat.

Contohnya, Anda mengambil asuransi dengan santunan harian Rp 500.000, maka jika Anda dirawat selama 5 hari, akan dapat dana santunan sebesar Rp 500.000 x 5 hari = Rp 2.500.000, tanpa melihat berapa tagihan rumah sakit. “Jadi, nasabah harus cari tahu dulu bagaimana sistem klaimnya, apakah memang pakai sistem reimburse atau santunan. Sebab, saya belum pernah dengar asuransi kesehatan premi murah pakai sistem cashless,” kata Rakhmi. Pencairan klaim Proses pencairan klaim adalah hal penting yang harus dilihat calon nasabah jika membeli polis asuransi kesehatan premi murah. Muhamad Ichsan, perencana keuangan dari PrimePlanner, mengatakan, ketika seorang nasabah hendak mencairkan klaim asuransi kesehatan, biasanya perusahaan asuransi menetapkan beberapa prosedur pencairan.

“Nah, pada proses klaim apakah perlu bukti asli tagihan biaya dari rumahsakit atau tidak. Sebab, biasanya perusahaan asuransi meminta bukti yang asli, bukan fotokopi,” kata dia.

Persoalannya, tambah Ichsan, jika bukti asli yang diminta, maka nasabah tidak bisa mendapatkan double claim dari perusahaan tempatnya bekerja dan perusahaan asuransi. “Lazimnya, pihak kantor juga meminta bukti asli biaya rawat inap rumahsakit. Jadi, jangan sampai klaim biaya yang kita butuhkan tertunda,” katanya.

Selain itu, nasabah juga harus melihat rekam jejak atau track record perusahaan asuransi yang menjual produknya. “Prosedur pencairan klaimnya sulit atau tidak. Biasanya proses pencairan klaim antara 7-14 hari kerja,” kata Ichsan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini