KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo menyetujui penetapan kenaikan tarif royalti batubara bagi perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP). Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Tarif royalti yang ditetapkan pemerintah dalam aturan baru tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan regulasi sebelumnya. Pada aturan sebelumnya tarif royalti maksimal 7%, sementara pada aturan baru naik menjadi 13,5%. Dalam PP 26/2022 ini, pemerintah menetapkan royalti tingkat kalori <4.200 Kkal/kg untuk harga batubara acuan (HBA) kurang dari US$ 70 dipatok 5% dari harga. Sedangkan untuk HBA lebih dari US$ 90, royalti yang ditetapkan mencapai 8% dari harga.
Baca Juga: Eropa Masih Dilanda Krisis Energi, China dan Jepang Mulai Kekurangan Pasokan Listrik Adapun tarif royalti batubara dengan kalori lebih dari 4.200-5.200 Kkal per kg dengan HBA kurang dari US$ 70, pemerintah mematok royalti 7% dari harga. Untuk HBA atau lebih dari US$ 90, maka iuran yang dipatok adalah 10,5% dari harga. Selanjutnya, untuk tingkat kalori lebih dari 5.200 Kkal/kg dengan HBA atau kurang dari US$ 70 royalti yang ditetapkan adalah 9,5% dari harga, dan untuk batu bara pada tingkat kalori dengan HBA lebih dari US$ 90 maka royalti yang dikenakan adalah 13,5% dari harga. Lantas, bagaimana dampak kenaikan royalti terhadap emiten tambang batubara?
Baca Juga: ADRO dan AMRT Masuk Indeks FTSE Large Cap, Simak Rekomendasi Sahamnya Berdasarkan estimasi analis Sinarmas Sekuritas Axel Leonardo, kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif royalti batubara dapat menggerus laba bersih sekitar 2%-3%. Sebagai catatan, aturan ini ditujukan untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) saja. Dari emiten batubara cakupan Sinarmas Sekuritas, aturan ini akan paling berdampak pada PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) sebagai pemegang IUP untuk tambang-tambang yang berada di wilayah konsesi mereka. Di sisi lain, meski memproduksi batubara kalori tinggi, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (
ITMG) justru hampir tidak terpengaruh. “Ini karena kebanyakan tambang mereka memiliki izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B),” terang Axel kepada Kontan.co.id, Rabu (24/8)
Baca Juga: Pemerintah Tetapkan Penyesuaian Royalti untuk Nikel, Begini Catatan Pengamat Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia Edward Tanuwijaya dan Nicholas Kevin Mulyono mengatakan, PTBA sebagai pemegang IUP untuk seluruh konsesi batubaranya, akan dikenakan pajak royalti baru mulai 15 September 2022. Penerapan pajak royalti baru ini diestimasikan akan menurunkan laba bersih PTBA sebesar masing-masing 3% di 2022 dan 11% di 2023 Meski demikian, Edward dan Nicholas meyakini, kinerja PTBA di kuartal kedua masih akan positif. Produksi batubara PTBA di periode Mei dan Juni 2022 diperkirakan membaik, setelah sebelumnya kinerja operasional pada kuartal pertama dan produksi di April 2022 melambat. Mempertimbangkan harga jual rata-rata alias
average selling price (ASP) dan tingkat produksi batubara, disertai nisbah kupas yang lebih rendah, laba bersih PTBA diekspektasikan naik 50% secara kuartalan pada kuartal kedua 2022 menjadi Rp 3,4 triliun. Sehingga, laba bersih PTBA di paruh pertama 2022 diestimasikan menjadi Rp 5,7 triliun atau mencerminkan 47% dari estimasi yang dipasang Korea Investment and Sekuritas Indonesia.
Baca Juga: Tarif Royalti Batubara Naik, Cek Rekomendasi Saham Emiten Batubara Berikut Ini Prospek masih cerah
Axel memperkirakan prospek harga batubara masih akan baik di sisa tahun ini. Proyeksi ini mengingat permintaan yang tinggi, tidak hanya datang dari negara-negara Eropa, tetapi juga dari China di tengah cuaca panas yang sedang terjadi. Untuk harga rata-rata batubara tahun ini, Axel memperkirakan akan berada di kisaran US$ 250 per ton hingga US$ 275 per ton. Tingginya harga batubara acuan Newcastle tentu saja akan menjaga ASP emiten batubara tetap tinggi, terutama yang memiliki batubara dengan nilai kalori tinggi. Selain dari faktor permintaan, harga batubara juga dapat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah serta realisasi volume produksi oleh negara-negara ekspotir batubara seperti Indonesia dan Australia. Sejak awal tahun ini, ada isu bahwa porsi Domestic Market Obligation (DMO) untuk batubara akan dinaikkan dari 25% menjadi 30%, meskipun belum ada keputusan resmi hingga tulisan ini dibuat.
Sinarmas Sekuritas merekomendasikan beli saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO) dengan target harga Rp 3.800. ADRO dinilai atraktif karena memiliki diversifikasi portfolio batubara yang baik. “ADRO tidak hanya memiliki batubara thermal saja, tetapi juga batubara metalurgi sebagai sumber penghasilan yang baru di tengah isu ESG yang semakin kuat,” tutup Axel. Edward dan Nicholas mempertahankan rekomendasi beli saham PTBA dengan target harga Rp 4.570 per saham. Target harga ini menyiratkan price to earnings (PE) 4,4 kali dan estimasi dividend yield sebesar 15%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati