Tarif tax amnesty harus reasonable



Jakarta. Sofjan Wanandi, Staf ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, jangan mengharapkan adanya penerimaan negara dari kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak. Sebab, ada yang jauh lebih penting dari sekadar penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kepentingan itu bernama, perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Nah, karena itulah Sofjan menilai masalah tarif tebusan dalam kebijakan tax amnesty jangan terlalu tinggi.

Semakin tinggi tarif, minat wajib pajak untuk mengajukan tax amnesty semakin turun. Jangankan untuk melakukan repatriasi, sekedar mendeklarasikan hartanya saja mereka pasti berfikir ulang.


Sofjan mengaku, memang sekarang ini ada desakan dari parlemen untuk mendorong kenaikan tarif tebusan lebih tinggi dari yang tertera di draft Rancangan Undang-undanng tentang pengampunan pajak. "Kita harus upayakan, tarif itu reasonable," kata Sofjan, Kamis (12/5) di Jakarta.

Seperti diketahui dalam draft RUU pengampunan pajak yang diajukan tarif uang tebusan untuk peserta yang hanya mendeklarasikan hartanya ditetapkan mulai dari 2%, 4%, dan 6%. Sedangkan bagi yang memindahkan asetnya ke Indonesia atau repatriasi diberikan tarif lebih rendah antara 1%, 2% dan 3%.

Adapun pembahasan RUU pengampunan pajak dilakukan di Komisi XI DPR. Salah satu anggota Komisi XI yang meminta kenaikan tarif adalah Ecky Awal Mucharam dari Fraksi PKS yang meminta tarif dinaikan hingga 10%.

Alasannya, dengan tarif yang lebih tinggi maka moral hazard dari pengampunan pajak bisa terkompensasi. Selain itu, tarif yang saat ini dinilai sangat rendah, dan dampaknya terhadap penerimaan negara sangat rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto