KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus melakukan upaya untuk menarik minat para eksportir agar membawa pulang devisa hasil ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA). Sejumlah pemanis pun ditebar oleh pemerintah agar para eksportir bersedia membawa pulang duit hasil ekspor dan menyimpan di dalam negeri. Yang terbaru, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Dari Penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) pada Instrumen Moneter dan Instrumen Keuangan Tertentu di Indonesia.
Aturan tersebut dirilis agar para eksportir mau menyimpan DHE SDA di sistem keuangan dalam negeri.
Baca Juga: Insentif PPh bagi Eksportir yang Simpan DHE SDA di Perbankan Domestik, Ini Rinciannya Merujuk pada pasal 4 ayat 1, insentif PPh yang bersifat final untuk eksportir dihitung dengan cara mengalikan tarif PPh final dengan dasar pengenaan pajak. Untuk DHE yang disimpan dalam bentuk valuta asing (valas) jangka waktu penempatan lebih dari 6 bulan akan memperoleh tarif PPh 0% dan untuk penempatan 6 bulan dikenakan tarif 2,5%. Adapun untuk periode 3 bulan-6 bulan akan dikenakan tarif 7,5% dan penyimpanan 1-3 bulan dikenakan tarif 10%. Tidak hanya itu, aturan ini juga mengatur DHE yang disimpan dalam mata uang rupiah setelah dikonversi dari valas. Untuk DHE yang disimpan dalam bentuk rupiah dengan jangka waktu lebih dari 6 bulan dikenakan tarif PPh 0%. Adapun untuk penempatan 3-6 bulan akan dikenakan tarif 2,5%. Sementara penempatan 1-3 bulan dikenakan tarif 5%. Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan bahwa insentif tersebut bisa membantu para eksportir yang selama ini mengeluh lantaran kebijakan DHE SDA berdampak pada arus kas (cashflow) perusahaan. "Salah satu yang memang dikeluhkan oleh para eksportir ini di PPh final. Memang penurunannya (tarif) seharusnya memiliki dampak positif," ujar Riefky kepada Kontan.co.d, Kamis (23/5). Namun, menurutnya, seberapa besar dampaknya akan tergantung dari karakteristik masing-masing perusahaan eksportir. Apabila perusahaan yang memiliki cahsflow yang cukup lapang, maka insentif tersebut tidak akan terlalu signifikan. "Tapi cashflow yang agak mepet mungkin cukup membantu. Tinggal bagaimana di lapangan (implementasi), karena ini kan gak bisa kita sama ratakan. Ini akan sangat tergantung dari industrinya, size perusahaannya dan pembayaran mereka dengan supplier mereka," katanya.
Baca Juga: BI Optimistis Penempatan DHE SDA Dalam Negeri Akan Meningkat Setelah Ada Insentif PPh Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengakui bahwa saat ini masih banyak perusahaan yang memerlukan dana untuk modal kerja. Artinya, apabila DHE SDA ditahan 30% selama tiga bulan maka para eksportir harus melakukan pinjaman ke bank sebagai modal kerja. "Beberapa perusahaan kalau DHE ditahan maka harus menutupinya dengan melakukan pinjaman ke bank," kata Eddy. Hanya saja, apabila bunga pinjamannya lebih tinggi dari insentif yang diberikan, maka hal tersebut masih akan memberatkan para eksportir DHE SDA. Oleh karena itu, insentif tersebut belum menjawab permasalahan cashflow yang selama ini dikeluhkan oleh para eksportir. "Kalau bunga bank masih lebih tinggi dari insentif yang diberikan berarti masih memberatkan. Bunga bank pinjaman Rupiah saat ini antara 7% hingga 9% tergantung bank-nya," tuturnya. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan bahwa insentif PPh yang ditawarkan pemerintah memang menarik. Hal ini mengingat tarif PPh atas bunga deposito yang normal atau bukan berasal dari penempatan DHE lebih tinggi jika dibandingkan deposito DHE SDA.
"Jelas menarik, karena PPh non DHE kan hampir sekitar 30%. Kalau PPh terhadap DHE 7,5%," kata Benny. Hanya saja, pemberian insentif pajak tersebut dinilai belum menjawab semua permasalahan yang selama ini dikeluhkan oleh para eksportir. Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk bisa memberikan insentif dalam bentuk lainnya. "Kalau disimpan dalam bentuk deposito dan/atau Surat Utang Negara (SUN), berikan imbalan lebih di atas untuk yang hasil non DHE," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi