JAKARTA. Kementerian Perindustrian akan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib bagi produk pelumas mulai Juni 2017. Alasannya, oli oplosan bahkan oli impor yang dipalsukan semakin membanjiri pasaran. Sebagai tahap awal, SNI wajib ditujukan bagi pelumas di sektor otomotif. Saat ini, regulasi SNI oli di Indonesia masih bersifat sukarela. Sejatinya, usulan SNI wajib sudah digembar-gemborkan sejak 2007 silam. Tapi hingga detik ini masih tarik-ulur karena beda kepentingan yang tajam. Selain itu masih ada kendala dalam jumlah lembaga sertifikasi. Pasalnya saat ini baru Lemigas, Sucofindo, Pertamina, dan Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) yang siap melaksanakan pengujian SNI. Sementara ada 22 produsen pelumas lokal dan 200 perusahaan importir yang kudu rutin uji sertifikasi. Di tingkat produsen dan importir pun terbelah lantaran berlainan keinginan. Produsen pelumas yang terhimpun dalam Asosiasi Produsen pelumas Indonesia (Aspelindo) mendukung kebijakan tersebut. Sebaliknya kalangan distributor dan importir pelumas yang tergabung dalam Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi) menolak usulan kewajiban SNI ini. Ketua Perdippi Paul Toar menjelaskan, pihaknya menolak pemberlakuan SNI wajib karena tujuannya bukan untuk meningkatkan daya saing produk oli dalam koridor perdagangan bebas. “Kami melihat semangat SNI wajib pelumas ini hanya mengerem ketatnya persaingan dari pelumas impor,” katanya.
Tarik ulur SNI wajib produk oli
JAKARTA. Kementerian Perindustrian akan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib bagi produk pelumas mulai Juni 2017. Alasannya, oli oplosan bahkan oli impor yang dipalsukan semakin membanjiri pasaran. Sebagai tahap awal, SNI wajib ditujukan bagi pelumas di sektor otomotif. Saat ini, regulasi SNI oli di Indonesia masih bersifat sukarela. Sejatinya, usulan SNI wajib sudah digembar-gemborkan sejak 2007 silam. Tapi hingga detik ini masih tarik-ulur karena beda kepentingan yang tajam. Selain itu masih ada kendala dalam jumlah lembaga sertifikasi. Pasalnya saat ini baru Lemigas, Sucofindo, Pertamina, dan Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) yang siap melaksanakan pengujian SNI. Sementara ada 22 produsen pelumas lokal dan 200 perusahaan importir yang kudu rutin uji sertifikasi. Di tingkat produsen dan importir pun terbelah lantaran berlainan keinginan. Produsen pelumas yang terhimpun dalam Asosiasi Produsen pelumas Indonesia (Aspelindo) mendukung kebijakan tersebut. Sebaliknya kalangan distributor dan importir pelumas yang tergabung dalam Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi) menolak usulan kewajiban SNI ini. Ketua Perdippi Paul Toar menjelaskan, pihaknya menolak pemberlakuan SNI wajib karena tujuannya bukan untuk meningkatkan daya saing produk oli dalam koridor perdagangan bebas. “Kami melihat semangat SNI wajib pelumas ini hanya mengerem ketatnya persaingan dari pelumas impor,” katanya.