Tarikan ekonomi ojek gaya baru



JAKARTA. Fenomena ojek modern mulai bermunculan mencoba mengekor keberhasilan Go-Jek dan GrabBike. Bisnis ini semakin merebak di kota-kota besar. Fenomena ini turut menggulirkan tumbuhnya sejumlah bisnis pendukung, mulai dari smartphone, sepeda motor, jaket, dan helm.

Sebagai gambaran kasar, ambil contoh kebutuhan Go-Jek. Saat ini operator ojek ini mengklaim memiliki sekitar 30.000 pengojek di seluruh Indonesia. Dari situ saja, mereka membutuhkan lebih dari 30.000 jaket dan 60.000 helm yang menjadi paket standar bagi mereka yang bergabung.

Sementara, GrabBike memiliki sekitar 13.000 pengojek. Jeger Taksi yang memakai armada motor sendiri dan masih tahap softlaunching baru memiliki 150 pengojek. "Kami targetkan akan ada 500 pengojek saat peluncuran di Oktober nanti," ujar Ficky Widjaja, pemilik Jeger Taksi kepada KONTAN. Bayangkan, betapa banyak bisnis pendukung yang ikut menggeliat.


Santi Wongso, pemilik usaha Pabrik Helm di Jakarta mengaku mendapat pesanan membuat helm berlogo dari beberapa perusahaan, seperti Go-Jek dan Grabbike. Dengan sekali pemesanan minimal 500 unit dan harga jual rata-rata Rp 120.000 per unit, omzetnya kini mencapai Rp 528 juta per bulan. "Omzet ini naik 50% dari sebelumnya," ujarnya.

Hasan Sadikin, pemilik garmen berskala rumahan SS Indonesia di Jakarta mengaku mendapatkan dua kali pesanan tas Go-Jek untuk pengantaran barang total sebanyak 3.000 unit. Kisaran harga jual tas Rp 300.000 per unit. "Omzet usaha kami naik 30% setelah ramai ada ojek modern," ungkapnya.

Selain itu, para pengojek juga butuh ponsel dan juga kartu dari operator seluler. Go-Jek misalnya, menggunakan Simpati untuk operasional pengojek.

Adita Irawati, Vice President Corporate Communications Telkomsel mengatakan, sejauh ini belum ada kerjasama khusus, hanya sebatas penggunaan kartu perdana untuk operasional Go-Jek. "Ini baru inisiatif awal, ada kemungkinan untuk menjalin kerjasama lebih jauh," kata dia.

Semakin membesar, kebutuhan kendaraan juga meningkat. Ini peluang besar bagi perusahaan pembiayaan, seperti Adira Finance yang tengah mematangkan pembiayaan motor para pengelola ojek mulai tahun 2016. Maklum, saat ini masih ada kendala analisis kelayakan kredit. Sebab, pembiayaan ini mengandung risiko tinggi, lantaran pendapatan debitur saban bulan tidak tetap besarannya. Meski begitu, tetap saja ada peluang yang bisa diambil.

Mohammad Masykur, Assistant General Manager Marketing PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing bilang, pihaknya sudah menawarkan jasa kerjasama pengadaan sepeda motor dengan para pengelola ojek modern. "Namun, mereka mengatakan langsung saja kepada pengojek. Sebab, selama ini, sepeda motor para pengojek memang inventaris pribadi," tuturnya.

Dengan alasan ini, mungkin saja beberapa produsen motor memilih lebih berhati-hati memanfaatkan fenomena ini untuk mendongkrak penjualan. PT Astra Honda Motor, misalnya, sejauh ini belum menjajaki kerjasama dengan pengelola ojek modern. "Sebab, kami belum melihat kejelasan hukum di Indonesia mengenai aturan bisnis ini," ujar David Budiono, Production, Enginering, and Procurement Director PT Astra Honda Motor.

Memang, tak ada yang tahu, sampai kapan fenomena ini bisa bertahan. Rizal, salah seorang pengojek Go-Jek, berharap mendapatkan penghasilan lebih baik dari profesi sebelumnya sebagai pedagang. Saat ini, ia mendapat penghasilan rata-rata Rp 100.000 per hari, belum dikurangi biaya bensin, makan, dan potongan 20% untuk perusahaan pemilik Go-Jek.

"Makin banyak pengemudi Go-Jek membuat persaingan mendapatkan penumpang jadi sengit," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie