Tata Kelola Pangan Indonesia Dinilai Belum Siap Hadapi Ancaman Krisis Pangan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tata kelola pangan Indonesia dinilai belum siap dalam menghadapi ancaman krisis pangan ke depan.

Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (Core) Eliza Mardian mengatakan, hal ini terlihat dari bagaimana pemerintah memilih kebijakan dan program yang saat ini dijalankan.

Salah satunya, pengembangan program food estate yang dinilai gagal karena tidak terbukti ada peningkatan produktivitas pertanian meskipun sudah disokong dengan pembiayaan yang besar.


Pemerintah juga dinilai terlalu fokus terhadap pengembangan komoditas strategis yang berskala besar. Sehingga program pengembangan pangan lokal dan hilirisasi pagan tidak berjalan.

"Semestinya kita diversifikasi ke pangan lokal. Sayangnya malah ke komoditas lain seperti gandum yang 100% diimpor, padahal gandum tidak optimal ditanam di Indonesia" kata Eliza kepada Kontan.co.id, Selasa (19/9).

Baca Juga: Tak Efektif Stabilkan Harga Beras, Ombudsman Minta Bapanas Cabut HET Beras

Selain pilihan kebijakan, dari segi infrastuktur penunjang, kebijakannya pun belum ada yang komprehensif. Terbukti dari belum adanya database suplai komoditas berdasarkan daerah yang real time.

Padahal, dengan adanya database tersebut, selain bisa mengatur produksi, pemerintah juga dapat lebih mudah mengatur pendistribusian pangan, sehingga harga pangan di pasar akan relatif stabil.

Eliza mengatakan, pemerintah perlu memperbaiki tata kelola pangan dalam negeri mulai dari hulu hingga hilir dengan mengadaptasi kondisi pertanian dalam negeri.

Khusus di hulu, pemerintah perlu memberikan kebijakan perbaikan harga yang berkeadilan ditingkat petani. Sebab, kata dia, penyebab lain krisis pangan lantaran menurunnya lahan pertanian dan berkurannya jumlah petani.

"Produksi dalam negeri akan meningkat dengan sendirinya pada saat harga yang diterima petani baik. Saat harga yang diterima baik, motivasi menanam dan mengembangkan usaha taninya menjadi besar," terang Eliza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat