Tata niaga butuh peran koperasi



Berbicara soal tata niaga pangan, kita kerap berpikir yang terlalu jauh dan sulit. Padahal rumusan tata niaga pangan bisa dieksekusi apabila pemerintah percaya pada koperasi untuk terlibat dalam tata niaga pangan.

Menurut saya, efek positif dari kebijakan mengatur tata niaga pangan adalah semua pihak bisa terakomodasi dengan baik. Dan ini yang bisa dilakukan lewat koperasi.

Namun, kebijakan tata niaga pangan yang selama ini terjadi di Tanah Air sepertinya hanya sekadar ganti baju atau ganti orang.  Sedangkan kebijakannya tetap sama. Saya katakan sama lantaran setiap kebijakan mengatur komoditas pangan dari sisi tata niaga pasti melahirkan pihak tertentu sebagai kubu yang diuntungkan dari kebijakan tersebut.


Kenapa saya menyodorkan koperasi sebagai ujung tombak pelaksanaan tata niaga pangan? Sebab dengan koperasi, petani sebagai rantai awal distribusi pangan merasa dilibatkan dalam tata niaga. Jadi petani  bukan sekadar orang yang menanam untuk kebutuhan orang lain.

Saya mencontohkan kisah tentang Zen-Noh, sebuah koperasi terbesar dunia yang berada di Jepang. Tugas utama koperasi ini menyediakan barang-barang kebutuhan anggotanya.

Mereka menampung apa saja yang dibutuhkan oleh petani dan anggotanya. Mulai dari mesin-mesin pertanian serta bahan pendukung lainnya. Dari situ hasilnya bisa langsung didistribusikan ke konsumen.

Dengan kata lain, tata niaga sudah terjadi sejak sektor hulu. Hampir dipastikan ketika distribusi berjalan, semua pihak di koperasi akan ikut mengawasi jika terjadi ketidakberesan.

Ironisnya, peran koperasi pertanian nasional lebih banyak mengurusi mengenai pembiayaan dan permodalan. Mereka tidak berperan memainkan tata niaga tersebut.

Maka tak heran, ketika tata niaga pangan  disebut, selain petani, bakal tersebut pula nama tengkulak dan pengepul. Mereka bisa eksis meski pemerintah mengintervensi lewat keberadaan Bulog.          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi