JAKARTA. Regulasi tata niaga impor garam yang berlaku saat ini dinilai sudah melenceng dari ketentuan yang berlaku. Salah satu yang masih menjadi polemik adalah impor garam untuk bahan baku industri aneka pangan. Ismail Huda kepala divisi pemasaran PT Garam mengatakan, dalam peraturan menteri perindustrian NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009 tentang peta panduan (road map) pengembangan kluster industri garam menyebutkan bila garam jenis aneka pangan masuk ke dalam klasifikasi garam konsumsi. "Mestinya regulasi ditegakkan," kata Ismail. Sekadar informasi, untuk melakukan impor garam konsumsi persyaratannya ketat dan harus dirapatkan lintas kementerian. Pelaksanaannya pun tidak dibebaskan seperti impor garam untuk industri. Beberapa industri yang masuk dalam jenis tersebut antara lain penyedap rasa atau MSG. Importirnya juga hanya diperbolehkan yang memiliki IP (Importir Produsen) garam konsumsi. Kebutuhan garam untuk industri pangan tersebut besar. Setidaknya setiap tahun kebutuhannya rata-rata mencapai 300.000 ton. Padahal, selama ini impor untuk garam konsumsi bea masuknya dibebaskan alias 0%. Sebelumnya Bachrul Chairi Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan, garam untuk bahan baku industri aneka pangan tersebut masuk ke dalam klasifikasi garam industri berdasarkan rakor Kemenko. Berdasarkan rekomendasi Kementerian Perindustrian (selaku pembina industri pengguna garam industri), Kementerian Perdagangan hanya menerbitkan izin impor garam industri pada tahun 2013 kepada Importir Produsen (IP). Realisasi impornya di tahun 2013 sebesar 1.092.334 ton dan sisanya baru direalisasikan pada bulan Januari 2014 sebanyak 62.226 ton. Harga garam impor sendiri lebih murah bila dibandingkan ketentuan yang diterapkan pemerintah. Setidaknya sampai di Indonesia garam impor dihargai Rp 600 per kg, sementara bila mengacu pada ketentuan pemerintah, harga beli garam untuk jenis garam baik (KP1) dihargai Rp 750 per kg, dan Rp 550 per kg untuk kualitas rendah (KP2).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tata niaga garam dianggap sudah melenceng
JAKARTA. Regulasi tata niaga impor garam yang berlaku saat ini dinilai sudah melenceng dari ketentuan yang berlaku. Salah satu yang masih menjadi polemik adalah impor garam untuk bahan baku industri aneka pangan. Ismail Huda kepala divisi pemasaran PT Garam mengatakan, dalam peraturan menteri perindustrian NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009 tentang peta panduan (road map) pengembangan kluster industri garam menyebutkan bila garam jenis aneka pangan masuk ke dalam klasifikasi garam konsumsi. "Mestinya regulasi ditegakkan," kata Ismail. Sekadar informasi, untuk melakukan impor garam konsumsi persyaratannya ketat dan harus dirapatkan lintas kementerian. Pelaksanaannya pun tidak dibebaskan seperti impor garam untuk industri. Beberapa industri yang masuk dalam jenis tersebut antara lain penyedap rasa atau MSG. Importirnya juga hanya diperbolehkan yang memiliki IP (Importir Produsen) garam konsumsi. Kebutuhan garam untuk industri pangan tersebut besar. Setidaknya setiap tahun kebutuhannya rata-rata mencapai 300.000 ton. Padahal, selama ini impor untuk garam konsumsi bea masuknya dibebaskan alias 0%. Sebelumnya Bachrul Chairi Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan, garam untuk bahan baku industri aneka pangan tersebut masuk ke dalam klasifikasi garam industri berdasarkan rakor Kemenko. Berdasarkan rekomendasi Kementerian Perindustrian (selaku pembina industri pengguna garam industri), Kementerian Perdagangan hanya menerbitkan izin impor garam industri pada tahun 2013 kepada Importir Produsen (IP). Realisasi impornya di tahun 2013 sebesar 1.092.334 ton dan sisanya baru direalisasikan pada bulan Januari 2014 sebanyak 62.226 ton. Harga garam impor sendiri lebih murah bila dibandingkan ketentuan yang diterapkan pemerintah. Setidaknya sampai di Indonesia garam impor dihargai Rp 600 per kg, sementara bila mengacu pada ketentuan pemerintah, harga beli garam untuk jenis garam baik (KP1) dihargai Rp 750 per kg, dan Rp 550 per kg untuk kualitas rendah (KP2).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News