Tax amnesty kontradiktif dengan program kerja DJP



JAKARTA. Setelah melaksanakan tahun pembinaan di 2015, tahun depan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melanjutkan program kerja strategis lima tahun, yaitu melakukan penegakan hukum.

Namun, di saat yang sama, pemerintah berencana meluncurkan Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak alias Tax Amnesty. Ini tentu bertentangan dengan program strategis DJP yang telah ditetapkan tersebut.

Mekar Satria Utama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP mengatakan, sebagai tahun penegakan hukum, maka pihaknya akan meningkatkan penindakan. Mulai dari pemeriksaan bukti awal hingga penyidikan sampai pada keputusan hukum. "Kalau sebelumnya hanya imbauan, nanti kami akan lakukan pemeriksaan," ujarnya, Selasa (29/12). Jika tahun ini DJP menghapus sanksi administratif bagi para wajib pajak yang melakukan pembetulan surat pemberitahuan (SPT) pajak, tahun depan, jika ada pembetulan, maka sanksi akan kembali diberlakukan.


Tetapi, tahun depan, jika disetujui, ada kebijakan pengampunan bagi para pengemplang pajak. Ini akan menjadi kebijakan yang kontradiktif dengan program strategis DJP. Mekar bilang, pada dasarnya tujuan dari seluruh kebijakan yang dilakukan adalah meningkatkan kepatuhan. Sehingga, penerimaan pajak bisa maksimal.

Ketika kebijakan pengampunan pajak jadi diberlakukan tahun depan, maka segala bentuk pemeriksaan akan dihentikan. Kecuali, wajib pajak yang bersangkutan sudah dinyatakan bersalah dan memiliki ketetapan hukum.

Para pengemplang pajak hanya diwajibkan membayar tebusan dengan tarif yang telah ditentukan, yakni sekitar 2% hingga 5%. "Kami akan tetap melakukan penindakan terhadap yang tidak mengajukan tax amnesty," kata Mekar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan