Tax Justice laporkan Bentoel lakukan penghindaran pajak, Indonesia rugi US$ 14 juta



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Tax Justice Network pada Rabu (8/5) melaporkan bahwa perusahaan tembakau milik British American Tobacco (BAT) telah melakukan penghindaran pajak di Indonesia melalui PT Bentoel Internasional Investama. Sebagai dampaknya negara bisa menderita kerugian US$ 14 juta per tahun.

"Segala klaim bahwa perusahaan tembakau memberikan kontribusi ekonomi untuk mengimbangi biaya kesehatan yang luar biasa besar adalah keliru," jelas laporan tertulis Lembaga Tax Justice Network yang dikutip Kontan.co.id, Selasa (7/5).

Laporan tersebut menjelaskan BAT telah mengalihkan sebagian pendapatannya keluar dari Indonesia melalui dua cara. Pertama, melalui pinjaman intra-perusahaan antara tahun 2013 dan 2015. Kedua, melalui pembayaran kembali ke Inggris untuk royalti, ongkos dan layanan.


1. Pinjaman Intra-perusahaan

Bentoel banyak mengambil pinjaman antara tahun 2013 dan 2015 dari perusahaan terkait di Belanda yaitu Rothmans Far East BV untuk pembiayaan ulang utang bank dan membayar mesin dan peralatan. Pembayaran bunga atas pinjaman tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak perusahaan di Indonesia.

Rothmans Far East BV juga memberikan pembiayaan kepada beberapa anak perusahaan BAT dan terlibat dalam pemasaran rokok di Jepang dan Korea.

Diketahui, Rothman Far East BV bukan murni perusahaan di atas kertas, jumlah karyawannya terbilang kecil yakni tiga orang di luar Belanda dan beberapa pekerjaan lainnya dilakukan oleh staf perusahaan BAT lainnya. Fasilitas pinjaman yang diberikan adalah sebesar Rp 5,3 triliun atau setara US$ 434 juta pada Agustus 2013 dan Rp 6,7 triliun atau setara US$ 549 juta pada 2015.

Rekening perusahaan Belanda ini menunjukkan bahwa dana yang dipinjamkan kepada Bentoel berasal dari perusahaan grup BAT lainnya yaitu Pathway 4 (jersey) Limited yang berpusat di Inggris. Pinjaman dari Jersey ke Belanda diberikan dalam mata uang rupiah yang menjelaskan bahwa uang itu untuk dipinjamkan ke Bentoel.

Bentoel harus membayar total bunga pinjaman sebesar Rp 2,25 triliun setara US$ 164 juta. Bunga ini akan dikurangkan dari penghasilan kena pajak di Indonesia. Secara rinci pembayaran bunga utang pada tahun 2013 sebesar US$ 6,3 juta, tahun 2014 sebesar US$ 43 juta, tahun 2015 dan 2016 masing-masing sebesar US$ 68,8 juta dan US$ 45,8 juta.

Hal ini diakui perusahaan melalui laporan tahunan 2016 dengan mengatakan kerugian bersih meningkat 27,3%. Hal ini menyebabkan perusahaan kehilangan dana operasional karena untuk membayar beban bunga utang.

BAT melakukan pinjaman yang berasal dari Jersey melalui perusahaan di Belanda terutama untuk menghindari potongan pajak untuk pembayaran bunga kepada non-penduduk. Indonesia menerapkan pemotongan pajak tersebut sebesar 20%, namun karena ada perjanjian dengan Belanda maka pajaknya menjadi 0%.

Sedangkan pinjaman asli tidak langsung dari perusahaan di Jersey karena Indonesia dan Inggris tidak memiliki perjanjian serupa. Indonesia-Inggris memiliki perjanjian dengan penetapan tarif pajak atas bunga sebesar 10%

Dari strategi tersebut maka Indonesia kehilangan pendapatan bagi negara sebesar US$ 11 juta per tahun. Pasalnya dari utang US$ 164 juta Indonesia harusnya bisa mengenakan pajak 20% atau US$ 33 juta atau US$ 11 juta per tahun.

Meskipun pada akhirnya Indonesia-Belanda merevisi perjanjian mereka dengan memperbolehkan Indonesia mengenakan pajak sebesar 5%. Namun aturan tersebut baru berlaku pada Oktober 2017 yang berarti Bentoel telah selesai melakukan transaksi pembayaran bunga utang.

2. Pembayaran kembali ke Inggris untuk royalti, ongkos dan layanan

Bentoel melakukan pembayaran untuk royalti, ongkos dan biaya IT dengan total US$ 19,7 juta per tahun. Biaya tersebut digunakan untuk membayar royalti ke BAT Holdings Ltd untuk penggunaan merek Dunhill dan Lucky Strike sebesar US$ 10,1 juta, membayar ongkos teknis dan konsultasi kepada BAT Investment Ltd sebesar US$ 5,3 juta, dan membayar biaya IT British American Shared Services (GSD) limited sebesar US$ 4,3 juta.

"Dalam beberapa tahun terakhir, secara signifikan memperburuk kerugian Bentoel di Indonesia. Biaya gabungan dari pembayaran ini setara dengan 80% dari kerugian perusahaan sebelum pajak pada tahun 2016," tulis laporan tersebut.

Dengan demikian pajak perusahaan rata-rata atas pembayaran setiap tahun dengan suku bunga 25% sebesar US$ 2,5 juta untuk royalti, US$ 1,3 juta untuk ongkos, dan US$ 1,1 juta untuk biaya IT.

Dengan adanya perjanjian Indonesia-Inggris maka potongan pajak untuk royalti atas merk dagang sebesar 15% dari US$ 10,1 juta atau sebesar US$ 1,5 juta. Sedangkan biaya layanan teknis tidak dikenakan pemotongan. Biaya IT tidak disebutkan dalam perjanjian, namun karena mirip dengan royalti, laporan tersebut mengasumsikan potongan pajak biaya IT sebesar US$ 0,7 juta.

Sehingga pendapatan yang hilang dari Indonesia mencapai US$ 2,7 juta per tahun karena pembayaran royalti, ongkos dan biaya IT BAT kepada perusahaan-perusahaannya di Inggris. Adapun dengan rincian pajak royalti sebesar US$ 1 juta per tahun, pajak perusahaan US$ 1,3 juta per tahun dan pajak biaya IT sebesar US$ 0,4 juta per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi