JAKARTA. PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) akan menerbitkan efek bersifat utang (notes) senilai US$ 500 juta. Emiten penyedia infrastruktur telekomunikasi ini akan menggunakan dana tersebut untuk penyelesaian utang dan ekspansi. Dalam pernyataan resmi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), kemarin, manajemen TBIG menyebutkan, penerbitan notes ini akan dilakukan melalui anak usaha yang berbasis di Singapura, yakni TBG Global Pte. Ltd. TBIG nantinya akan mendapatkan dana segar tersebut melalui anak usaha TBG Global bernama Tower Bersama Singapore Pte. Ltd (TBS). Jadi, TBS akan memberikan pinjaman kepada TBIG dalam bentuk pinjaman antar perusahaan. "(Pinjaman) ini merupakan transaksi afiliasi," ujar pernyataan resmi TBIG, Selasa (5/2).
Bunga notes tersebut maksimal sebesar 8% per tahun. Adapun, jatuh tempo pembayaran utang pokok pada 2018. Namun, waktu jatuh tempo bisa berubah sesuai kesepakatan para pihak. Sedangkan, pembayaran bunga dilakukan setiap enam bulan atau sesuai kesepakatan antara pihak terkait. Utang setara Rp 4,83 triliun (1 US$ = Rp 9.760) itu akan digunakan guna pendanaan ulang (refinancing) utang jatuh tempo maupun utang jangka panjang. Selain itu, pinjaman tersebut juga akan digunakan untuk membiayai ekspansi usaha. Berdasarkan laporan keuangan TBIG per September 2012, total utang jangka panjang perseroan ini mencapai Rp 8,07 triliun. Adapun nilai yang akan jatuh tempo dalam setahun sebesar Rp 331,10 miliar. Rata-rata bunga pinjaman tersebut sekitar 3,5%-4,5%. Jika TBIG berniat melakukan refinancing, sejatinya manajemen TBIG bisa mencari pendanaan yang lebih murah. Apalagi, TBIG masih memiliki pinjaman sindikasi dengan total nilai mencapai US$ 2 miliar. Namun per September 2012, sisa fasilitas pinjaman tersisa US$ 959,5 juta. Beban bunga fasilitas pinjaman ini sekitar 3,5%-4,5%.. Skema tidak lazim Untuk pencairan fasilitas sindikasi itu, para kreditur menetapkan sejumlah persyaratan, diantaranya rasio utang senior bersih terhadap laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA perusahaan ini sebesar 4 kali hingga 31 Desember 2013. Syarat lainnya, rasio utang bersih terhadap EBITDA tidak lebih besar dari lima kali. Selain itu, rasio pendapatan top tier minimum sebesar 50%. Hingga berita ini diturunkan, manajemen TBIG belum ada yang bersedia menjelaskan terkait aksi korporasi ini. "Saya sedang rapat," ujar Helmy Yusman Santoso, Direktur Keuangan sekaligus Sekretaris Perusahaan TBIG, kemarin. Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner Investa Saran Mandiri berpendapat, skema pendanaan yang dilakukan TBIG ini tidak lazim. Ia menduga, emiten ini kesulitan menarik fasilitas pinjaman sindikasi yang memiliki bunga pinjaman lebih murah, karena ada beberapa kovenan yang telah dilanggar.
Terlebih, jika emiten ini mendapat beban bunga pendanaan baru yang lebih tinggi ketimbang utang yang akan dibayar. Hal itu justru akan memberatkan keuangan TBIG. "Itu menandakan perusahaan ini sudah tidak sehat," tutur Kiswoyo. Di samping itu, sebagai perusahaan menara, TBIG akan membutuhkan dana yang besar untuk belanja modal. Oleh karena itu, ia mengingatkan investor untuk menimbang lebih dalam jika ingin berinvestasi jangka panjang di saham TBIG. Ia merekomendasikan hold saham TBIG dengan target harga sebesar Rp 5.800 per saham. Pada perdagangan kemarin, harga saham TBIG ditutup melemah 0,85% menjadi Rp 5.800 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini