TBIG klaim rasio utang masih wajar



JAKARTA. Kebutuhan pendanaan yang cukup besar memaksa PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk (TBIG) menerbitkan surat utang baru. TBIG melalui anak usaha TBG Global, telah menerbitkan obligasi global senilai US$ 300 juta. Manajemen mengklaim, penerbitan obligasi baru ini tidak akan membebani keuangan mereka.

Sebab, dana hasil penerbitan obligasi salah satunya akan digunakan refinancing. "Jadi utang-utang yang berbunga tinggi akan dibayar dengan obligasi yang bunganya lebih rendah," ujar Direktur Keuangan dan Corporate Secretary Tower Bersama, Herman Setya Budi kepada KONTAN, Jumat (5/4).

Per Desember 2012, total utang bersih TBIG mencapai Rp 8,28 triliun. Sedangkan, ekuitas TBIG Rp 3,99 triliun. Dengan demikian, kata Herman Setya Budi, debt to equity ratio (DER) TBIG masih 2 kali. Menurut Herman, DER ini masih sangat sehat jika dibandingkan perusahan infrastruktur lain.


Sementara berdasarkan net debt per EBITDA masih di 5,9 kali EBITDA. Herman mengatakan, biasanya perusahan infrastruktur TBIG menggunakan net debt per EBITDA sebagai standar.

Ini menunjukkan aliran kas yang berasal dari hasil operasi perusahaan dan kapasitas membayar pinjaman. Per Desember 2012, EBITDA TBIG tercatat Rp 1,39 triliun.

Dengan refinancing ini, TBIG akan mempertahankan rasio utang terhadap EBITDA (net debt per EBITDA) di 3,5 kali-4 kali. "Jika perusahan tumbuh cepat, net debt per EBITDA akan turun. Jika pinjaman keluar maka akan tinggi," tutup Herman.

Per akhir Maret 2013, TBG Global anak usaha TBIG yang tercatat di Bursa Singapura merilis surat utang US$ 300 juta dengan tenor lima tahun. Obligasi tersebut memberi bunga 4,625% per tahun.

Dana penerbitan surat utang ini akan digunakan membayar pinjaman senior, pinjaman induk perusahan dan keperluan umum TBIG.

Managing Partners Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe menilai, langkah TBIG merilis obligasi US$ 300 juta untuk refinancing sudah merupakan lampu kuning yang menunjukan tanda bahaya bagi emiten menara telekomunikasi. " Ini seperti gali lubang tutup lubang, membayar utang yang bunganya tinggi dengan mencari utang bunga yang lebih rendah," ujar dia.

Menurut Kiswoyo, posisi DER 2 kali cukup mencemaskan investor. Karena ekuitas dipakai untuk membayar utang dan bukan membagi dividen. "DER 1 kali saja sudah bahaya," ujar dia. Harga TBIG, Jumat (5/4), tak bergeming dari Rp 6.000 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana