Seperti biasa, udara Kota Bandung terasa sejuk menjurus dingin malam itu, Selasa (31/1) pekan lalu. Tapi, kehangatan menyeruak di salah satu ruangan di sebuah gedung di Jalan Garuda. Seorang pembicara di ruangan, yang mirip ruang perkuliahan dengan layar putih dan proyektor, itulah yang membangkitkan kehangatan dari puluhan orang yang hadir. Mimpi menjadi topik pembicaraan. Mumpung masih awal tahun, kata pria yang menjadi pembicara tunggal itu, orang-orang yang hadir di ruangan tersebut dia ajak untuk bermimpi dan mewujudkan mimpi mereka pada tahun naga air.
Begitulah suasana
gathering yang Trust Connection Community (TCC) adakan rutin saban sebulan sekali. Pria yang menjadi pembicara malam itu tak lain adalah Shandy Triyasa, salah satu pendiri komunitas pebisnis yang berdomisili di Kota Kembang ini. “Seperti namanya, kami ingin komunitas ini melahirkan orang-orang yang bisa dipercaya dalam berbisnis,” ujar Shandy. Dia mengaku lupa, kapan persisnya TCC lahir. Yang ia ingat, antara Januari–Februari 2011. Yang jelas, salah satu pemilik dan direktur Kids Talent International Pre-School and Kindergarten ini bersama rekannya Niko mendirikan komunitas itu dengan harapan bisa membekali orang yang punya minat berbisnis. Sebelum TCC dibentuk, Niko lebih dulu membentuk komunitas Harapan Hidup Sejahtera (H2S) pada medio 2008 lalu. Komunitas ini bertujuan menciptakan peluang kerja bagi masyarakat menengah ke bawah dan berpendidikan maksimal SMA. Melalui H2S, Niko mengajak orang-orang yang kemudian ia bantu sampai mendapatkan pekerjaan. “Yang saya rekrut sudah sampai ratusan orang, tetapi saat ini saya hanya menampung sembilan orang untuk bekerja dengan saya,” kata lelaki yang sekarang tengah sibuk mengurusi bisnis kuliner jamur goreng dan donat ini. Dalam perjalanannya, Niko menemukan fakta bahwa tidak semua orang mau memanfaatkan peluang yang dia tawarkan. Ada orang-orang yang mau untungnya saja dan tidak bertanggung jawab. Karena itu, Niko akhirnya mengajak Shandy untuk membentuk TCC guna melengkapi peran H2S. Menanamkan trust Menurut Shandy, dalam dunia usaha, sering kali kita melihat terjadi banyak penyimpangan. Misalnya, penipuan yang dilakukan rekan bisnis. Nah, untuk mencegah praktik jahat itu terjadi, “Perlu ditanamkan nilai-nilai sehingga dunia bisnis diisi oleh orang-orang yang bisa dipercaya,” imbuhnya. Nilai-nilai itu ialah TRUST. Tidak berfokus pada kepentingan pribadi. Rela berkorban demi menjaga nama baik. Usahakan untuk memberikan yang terbaik. Selalu siap sedia untuk menolong. Tepati janji bagaimana pun keadaannya. Kelima nilai positif inilah yang selalu TCC dengung-dengungkan kepada para anggotanya. Penghayatan nilai-nilai itu mutlak untuk membentuk karakter pebisnis yang bisa dipercaya. Walau, Shandy bilang, hal itu tidak mudah dan butuh perjuangan. “Tapi, jika itu terwujud maka komunitas kami akan dicari-cari orang. Kalau soal skill sebenarnya bisa dilatih, tapi nilai-nilai ini yang paling penting,” tambahnya. Untuk menanamkan trust kepada para anggota, TCC rajin menggelar gathering setiap bulan sekali. Dalam setiap pertemuan, anggotanya akan diberi materi yang mendukung nilai-nilai
trust. Ambil contoh, dalam
gathering perdana tahun ini yang digelar Selasa (31/1) malam pekan lalu di
basecamp TCC, komunitas ini mengangkat tema mimpi. Dalam pertemuan itu, satu per satu anggota mengungkapkan bisnis yang ingin mereka wujudkan di 2012. Sesudah itu, yang lain akan menyampaikan dukungan untuk memotivasi rekannya yang punya angan dalam bisnis tahun ini. Selain gathering, biasanya, anggota TCC juga bertemu secara informal untuk berbagi pengalaman bisnis dan saling memotivasi. Pembicaraan umumnya saat makan siang atau makan malam. Anggota komunitas yang baru berumur satu tahun ini belum banyak, memang, baru sekitar 30 orang. Cuma, Shandy menegaskan, TCC tidak mengutamakan kuantitas. “Cari orang berkualitas itu memang tidak mudah. Yang datang ke
gathering kami sudah lebih dari 50 orang. Tapi, yang bertahan dan berjuang untuk mewujudkan
trust sampai saat ini hanya 30 orang,” beber pria yang Mei nanti genap 34 tahun. Harapan Shandy adalah, anggota TCC bisa menghayati nilai-nilai
trust. Dengan begitu, peluang-peluang bisnis terus tercipta, yang kelak menyerap orang-orang yang bisa memanfaatkan peluang itu. Selama ini, sesama anggota komunitas saling berjejaring untuk mendapatkan peluang bisnis, ataupun menolong satu sama lain dengan memberikan peluang-peluang bisnis. Nelly Marlina, salah satu anggota TCC, bergabung dengan komunitas ini sejak awal TCC berdiri. Bermula dari ajakan temannya sesama guru privat karena punya minat di bidang bisnis. “Dari komunitas ini saya tidak hanya mendapat peluang bisnis, tapi juga membuat saya menciptakan peluang bisnis untuk orang lain,” kata perempuan berkacamata ini yang sering memperoleh tawaran menjadi guru privat dan MC dari teman-temannya di TCC. Awalnya, ketika bergabung di TCC, Nelly kaget karena mendapati orang-orang profesional yang bisa diajak
sharing atau berbagi tapi tidak terlalu formal. “Jadi asyik,” akunya. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam komunitas ini yang membuat Nelly semangat terjun ke dunia usaha.
Trust diibaratkannya sebagai bahan bakar yang membuat dia tidak sembarangan ketika berbisnis. Ide bisnisnya muncul saat ia mencurahkan hati ke anggota TCC tentang susahnya mendapat pembantu rumah tangga yang cekatan dan bisa bertahan lama. Ternyata, ada anggota komunitas yang mengalami masalah serupa. Dari situ, tebersit ide untuk membuka usaha jasa penyalur pembantu rumah tangga. Tadinya, Nelly betul-betul buta untuk memulai bisnis ini. Namun, ia mendapat pencerahan ketika anggota TCC memberi info soal di mana dia bisa menemukan sumber daya pembantu rumah tangga. “Tahun ini, saya akan mulai bisnis ini, tapi mau konsultasi dulu sama anggota TCC yang lain,” paparnya. Pelatihan anggota baru Manfaat yang sama juga Shadaole Kaban, anggota TCC lain, rasakan. Pria yang sehari-hari berjualan alat-alat musik secara
online ini belajar banyak dari setiap pertemuan di komunitas ini. “Apa yang saya dapatkan di TCC, biasanya, saya bagikan kembali kepada teman-teman di luar TCC,” ujar Ole, panggilan akrab Shadaole Kaban. Dari komunitas ini, Ole pun mendapat kesempatan untuk berkongsi dengan Niko mengelola usaha jamur goreng dan donat. Tapi, itu bukan tujuan utama ia masuk ke TCC. “Karena saya orangnya idealis, saya belajar banyak hal dari TCC dengan nilai-nilai
trust yang dijadikan landasan. Saya belum menemukan komunitas dengan idealisme seperti yang TCC miliki,” jelas
web developer dan
marketing consultant ini. Selain pebisnis, ada juga mahasiswa yang menjadi anggota TCC. Memang, komunitas ini juga terbuka bagi mereka yang punya keinginan kuat untuk berbisnis, apa pun latar belakangnya. Shandy bercerita, mahasiswa itu datang dengan ide bisnis
online shopping tapi tidak punya modal. Kalau idenya layak dikembangkan, pasti difasilitasi komunitas ini. Contoh, kalau butuh modal dan susah pinjam ke bank, anggota TCC akan membantu. “Tidak harus melalui prosedur yang terlalu rumit,” katanya. Bagi anggota yang baru bergabung dengan TCC, komunitas ini juga memberikan pelatihan. Mereka menyebutnya
equipping. Shandy dan Niko sendiri yang memberikan materi. Dalam
equipping akan terlihat di mana bakat dan minat bisnis anggotanya sehingga lebih mudah untuk diarahkan. “Kami lakukan
equipping tentang bagaimana nilai-nilai
trust dan etos kerja. Ada modul yang harus mereka pelajari,” ujar Shandy yang sempat menjadi pendeta selama tiga tahun.
Selanjutnya, jika anggota sudah lulus
equipping, mereka mendapat kesempatan mempresentasikan bisnis yang ingin digeluti. Setelah itu, anggota yang lain memberi masukan bahkan membantu agar bisnis itu bisa berkembang. Tawaran-tawaran bisnis memang selalu mengalir dalam komunitas ini. Namun, Shandy tidak mau asal-asalan merekomendasikan kepada anggota. “Direkomendasikan kalau sudah tahan uji,” imbuh Shandy. Mau memulai atau mengembangkan bisnis? Enggak ada salahnya bergabung di TCC. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Catur Ari