Tebu Melimpah, Industri Ethanol Masih Seret



JAKARTA. Pemerintah masih setengah hati mendorong penggunaan bahan bakar nabati seperti tebu sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM). Buktinya, dari total produksi tebu petani 35 juta ton, yang terserap sebagai bahan baku ethanol baru 2 juta ton.

Menurut Ketua Umum Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil, dari jumlah 2 juta ton tebu itu, sebagian besar diproduksi buat campuran monosodium glutamat (MSG) atau bumbu penyedap. Artinya, tebu yang terserap untuk produksi ethanol lebih kecil lagi.

Saat ini, petani masih menganggap pasokan tebu sebagai bahan baku ethanol sebatas usaha sampingan. Padahal, jika pemerintah serius mendorong penanaman tebu buat memasok ethanol, petani bakal lebih diuntungkan. "Pemerintah harus menerapkan kebijakan seperti Brasil. Dengan begitu, petani menjadi lebih gairah," ujar Arum, Rabu (24/9).


Pemerintah, usul Arum, harus mengambil langkah seperti mewajibkan sekian persen penggunaan bahan bakar minyak (BBM) di masyarakat dan industri menggunakan campuran ethanol (bioethanol). Saat ini, industri ethanol lebih banyak untuk ekspor.

Repotnya, ekspor ethanol masih dalam bentuk molase atau tetes tebu. Negara tujuan ekspor molase tebu ini adalah Malaysia dan Thailand. Sementara, industri yang pengolahan ethanol menjadi produk bahan bakar masih bisa dihitung dengan jari.

Pengolahan tebu secara total menjadi ethanol, menurut Arum, memberikan keuntungan lebih. Saat ini, harga tebu yang telah diolah menjadi molase sekitar Rp 550-Rp 600 per kilogram (kg). Sementara, bila telah menjadi ethanol, harganya mencapai Rp 1.000 per kg.

Arum berharap pemerintah menggalakkan industri pengolahan bahan bakar nabati. "Jika pengolahan tebu terintegrasi menjadi ethanol, untung petani lebih besar," katanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test