JAKARTA. Harga jual tebu yang tidak kompetitif dapat membuat petani beralih ke tanaman lain yang lebih menguntungkan. "Harga lelang gula tebu dalam negeri mencapai Rp 8.400 sampai Rp 8.500. HPP sekitar Rp 8.900 dan harga di pasar modern Rp 11.500. Ketika pasok tebu berkurang maka harga naik, tapi itu tidak terjadi," kata Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro di kantornya, Senin (23/12).Ismed mengatakan, harga tebu ketika dipanen tidak sebanding dengan harga beras. Tebu, kata dia, hanya dipanen setiap 6 bulan, sementara beras dapat dipanen 3 kali dalam setahun. Ini membuat petani enggan menanam tebu."Panen kita harganya kalah saing dengan beras yang bisa dipanen setahun 3 kali. Harga beras lebih bagus dibandingkan tebu. Ada kemungkinan petani enggan menanam karena harganya tidak kompetitif. Petani pasti akan beralih menanam beras atau tanaman palawija lain," ujar Ismed.Kesulitan yang dihadapi industri gula menurut Ismed adalah harga jual yang marjinnya tipis. Namun, ia mengatakan umumnya rugi terkait anomali cuaca."Kalau dijual marjin tipis, tapi umumnya rugi. Dampak anomali cuaca sehingga ada kesulitan dan cost tambahan terhadap tebangan tebu yang akan dibawa ke pabrik," kata dia.Di samping itu, turunnya harga gula yang turun drastis menurut Ismed adalah karena adanya gula rafinasi yang beredar di pasaran. Harga gula rafinasi yang sangat murah di pasaran dapat mematikan industri dan petani tebu karena konsumen pasti akan memilih produk yang harganya murah. "Batasi peredaran gula rafinasi. Jangan anggap ratusan ribu petani tebu itu kecil dibandingkan jutaan konsumen. Kedaulatan pangan harus dilindungi dengan mementingkan petani," tegas Ismed. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tebu tak menarik, Petani beralih ke tanaman lain
JAKARTA. Harga jual tebu yang tidak kompetitif dapat membuat petani beralih ke tanaman lain yang lebih menguntungkan. "Harga lelang gula tebu dalam negeri mencapai Rp 8.400 sampai Rp 8.500. HPP sekitar Rp 8.900 dan harga di pasar modern Rp 11.500. Ketika pasok tebu berkurang maka harga naik, tapi itu tidak terjadi," kata Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro di kantornya, Senin (23/12).Ismed mengatakan, harga tebu ketika dipanen tidak sebanding dengan harga beras. Tebu, kata dia, hanya dipanen setiap 6 bulan, sementara beras dapat dipanen 3 kali dalam setahun. Ini membuat petani enggan menanam tebu."Panen kita harganya kalah saing dengan beras yang bisa dipanen setahun 3 kali. Harga beras lebih bagus dibandingkan tebu. Ada kemungkinan petani enggan menanam karena harganya tidak kompetitif. Petani pasti akan beralih menanam beras atau tanaman palawija lain," ujar Ismed.Kesulitan yang dihadapi industri gula menurut Ismed adalah harga jual yang marjinnya tipis. Namun, ia mengatakan umumnya rugi terkait anomali cuaca."Kalau dijual marjin tipis, tapi umumnya rugi. Dampak anomali cuaca sehingga ada kesulitan dan cost tambahan terhadap tebangan tebu yang akan dibawa ke pabrik," kata dia.Di samping itu, turunnya harga gula yang turun drastis menurut Ismed adalah karena adanya gula rafinasi yang beredar di pasaran. Harga gula rafinasi yang sangat murah di pasaran dapat mematikan industri dan petani tebu karena konsumen pasti akan memilih produk yang harganya murah. "Batasi peredaran gula rafinasi. Jangan anggap ratusan ribu petani tebu itu kecil dibandingkan jutaan konsumen. Kedaulatan pangan harus dilindungi dengan mementingkan petani," tegas Ismed. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News