KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musim dingin industri tekno (
tech winter) dinilai bisa menjadi kesempatan bagus bagi investor untuk berinvestasi di perusahaan rintisan atau
startup. Sebab, selain valuasi yang menjadi relatif murah, koreksi pasar diprediksi akan berakhir di akhir tahun 2023. Jadi, inilah saat yang tepat untuk menyeleksi
startup unggulan dengan valuasi yang terdiskon. Selain itu, tekanan berat terhadap perusahaan teknologi dan rintisan, yang terjadi dalam dua terakhir, tidak selalu mencerminkan prospek usahanya. Bagaimana pun ekonomi digital itu riil dan menjadi sumber pertumbuhan baru ekonomi Indonesia di masa mendatang. Yang tak kalah penting, ekonomi digital negeri ini akan memainkan peran sangat penting di kawasan. Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menjelaskan kondisi ekonomi Indonesia yang kuat menjadi sentimen positif bagi perkembangan industri
startup. Seleksi alam yang tengah berlangsung justru akan menghasilkan pelaku usaha rintisan yang unggulan. Situasi ini sangat bagus untuk investor yang ingin menanamkan modal di perusahaan
startup.
"Cukup tinggi (potensi
startup). Tahun lalu memang suram dan terjadi perlambatan. Tapi
startup di negeri ini relatif kuat karena tertopang kondisi ekonomi makro yang kondusif. Konflik Ukraina-Rusia masih menjadi faktor pemberat karena berdampak signifikan ke perekonomian global, tapi industri ini akan tetap bertumbuh karena digitalisasi sudah menjadi keniscayaan zaman," kata Heru dalam keterangannya, Sabtu (11/3).
Baca Juga: HUT ke-8, Sociolla Gelar Kampanye Regional Semangat Hari Perempuan Internasional Dengan konteks seperti ini, upaya MUFG dan Bank Danamon memfasilitasi pertemuan
startup dengan calon investor, akhir Februari lalu, mendapatkan momentumnya. MUFG dan Danamon pun berperan aktif membantu pertumbuhan
startup melalui proyek Garuda Fund. Garuda Fund adalah proyek bersama MUFG dan Bank Danamon yang didedikasikan untuk membantu pertumbuhan usaha rintisan di Indonesia sekaligus mendukung investasi strategis di industri
startup. “Sebagai investor jangka panjang di Indonesia, MUFG menyediakan ekosistem yang memungkinkan Danamon menjalin kolaborasi antara investor strategis dan
startup dengan skala bisnis dan kapabilitas digital,” ujar Yasushi Itagaki, Direktur Utama Bank Danamon Indonesia. Untuk menunjukkan komitmennya itu, MUFG dan Danamon menyelenggarakan Investment Matching Fair pada akhir Februari lalu. Inti kegiatan ini, MUFG dan Danamon mempertemukan pelaku usaha rintisan dengan sejumlah calon investor. “Melalui Investment Matching Fair kami berharap dapat bertemu dengan perusahaan-perusahaan menjanjikan yang dapat bekerja sama dengan Danamon di masa mendatang. Kami bertekad mewujudkan komitmen ini,” ujar Honggo Widjojo Kangmasto, Wakil Direktur Utama Bank Danamon Indonesia. Menurut Heru, usai kebijakan suku bunga tinggi, investasi di
startup memang mengalami penurunan yang sangat dalam. Tekanan yang berat berada pada
startup di sektor transportasi, belanja, hingga pengantaran makanan. Sementara
startup di sektor
metaverse hingga
artificial intelegen dinilai masih kompetitif. "Jadi kalau kita lihat secara umum dari beberapa persoalan yang ada tersebut, tantangan-tantangan yang ada, kita bisa melihat bahwa
startup ini memang diharapkan tumbuh tapi tantangannnya memang tidak mudah," katanya. Menurut Rama Arcintaka Mamuaya,
Founder & Chief Executive Officer Dailysocial.id, perusahaan
startup yang ingin mendapatkan pendanaan dari investor, harus menunjukkan diri sebagai
startup yang berpotensi
growth dan
profitability, fokus ke
delivering value ke
customer, dan memiliki model bisnis yang sehat. “
Startup yang memiliki
financial foundation yang kuat dan
growth yang mumpuni menjadi primadona untuk para investor,” ujar Rama. Menurut Rama,
startup yang sulit mendapatkan pendanaan saat ini bisa melakukan
selffinancing. Yakni, dengan mendapatkan modal kerja dari keuntungan (
profit) yang diperoleh dari konsumen. Sehingga, efisiensi bukan lagi menjadi prioritas bagi
startup dalam menyelesaikan persoalan pendanaan.
Baca Juga: Kolaborasi Jadi Fokus Utama SYNRGY BCA Dalam Pengembangan Ekosistem Ekonomi Digital Berdasarkan data dari
startup funding activity global, penurunan pendanaan mulai terjadi sejak Maret 2022 dan dampaknya terasa di Juni 2022. Pendanaan di kuartal III hanya sekitar US$ 55,4 juta, sementara di kuartal I 2022 masih sebesar US$ 172,75 juta. "Jadi di kuartal III terasa dan kita yakini kuartal IV agak makin menurun. Sehingga memang salah satu strateginya adalah bagaimana
startup mampu atau mencoba cari strategi lain antara lain menjadi perusahaan terbuka melalui proses Initial Public Offering (IPO)," katanya. Strategi IPO, menurut Heru, menarik dicermati tetapi dengan sejumlah catatan. Antara lain terkait valuasi dan bisnis model. Investor saat ini lebih kritis dan lebih cermat dalam menghitung valuasi yang wajar dari sebuah
startup. Soal bisnis model, investor sudah tidak tertarik dengan strategi bakar uang untuk mengejar pertumbuhan. Investor kini lebih peduli dengan
startup yang memiliki pendapatan yang jelas dan biaya operasional yang masuk akal.
"Ini juga perlu menjadi perhatian agar penjualan saham lebih rasional dan harganya wajar. Ini terkait tingkat kepercayaan investor yang semakin cermat dalam memvaluasi perusahaan rintisan," kata Heru. Sesuai levelnya, ada enam seri pendanaan untuk startup berdasarkan jumlah dana yang digelontorkan, yakni Pre-Seed/Seed (US$ 50.000-US$ 60.000), Series A (US$ 600.000-US$ 3 juta), Series B (US$ 5 juta - US$ 20 juta), Series C (US$ 25 juta – US$ 100 juta), Series D, E, F, dan G (di atas Series C tapi belum memenuhi persyaratan untuk IPO), dan pendanaan untuk
startup yang siap IPO. Meski demikian, bagi
startup yang belum bisa melakukan
self-financing, ada peluang mendapatkan pendanaan melalui pembiayaan dari perbankan. Misalnya melalui Garuda Fund, perusahaan pendanaan untuk
startup nasional hasil
joint venture antara Bank Danamon dan MUFG. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi