Menjalankan profesi sebagai wirausaha sudah menjadi cita-cita Teddy Tjoegito sejak kecil. Selepas kuliah, dia sempat mencicipi bisnis kontraktor bangunan. Namun, setelah bergulat di bisnis itu selama 17 tahun, dia akhirnya banting setir ke bisnis laundry. Dia terinspirasi oleh jejak usaha orang tuanya yang melakoni bisnis itu. Usia bisnis laundry yang dijalankan Teddy Tjoegito masih terbilang belia. Tahun ini merek laundry-nya, Aqualis Fabricare, baru menginjak tujuh tahun. Perjalanannya membawa Aqualis menjadi merek ternama masih perlu melewati perjalanan yang panjang.Lagi pula, saat ini persaingan di bisnis laundry tergolong cukup ketat. Namun, hal itu tidak membuat semangat pria berdarah Tionghoa ini menciut untuk terus berjuang membesarkan usahanya. Apalagi, sejak kecil, Teddy bercita-cita menjadi seorang wirausaha, mengikuti jejak kedua orang tuanya. Asal tahu saja, sejak 1952, orangtua Teddy telah menekuni usaha laundry. Karena itu, jangan heran, bakat Teddy di bisnis laundry telah terasah. Jejak bisnis orang tuanya membuat dia semakin percaya diri menggeluti bisnis ini. "Saya sudah memiliki dasar pengetahuan yang cukup tentang bisnis laundry dari orang tua," katanya. Namun, keberuntungan Teddy menekuni bisnis jasa cuci ini, tidak datang begitu saja. Awalnya, dia yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang sipil bangunan sempat membuka kantor kontraktor di Jakarta. Setelah lulus dari Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN), yang dahulu bernama STTN, pada 1983, dia terjun ke bisnis kontraktor. Cukup lama Teddy menjalankan profesi tersebut, yakni sekitar 17 tahun. Hingga sampai pada puncaknya, ia merasa sudah tidak nyaman lagi menjalankan profesi kontraktor. Teddy menganggap, usaha tersebut tidak bisa membuat orang makmur. "Risiko utang dalam bisnis kontraktor sangat tinggi," katanya. Karena itu, pria kelahiran Jakarta ini mulai berpikir untuk banting setir ke bisnis lain. Dia lantas terinspirasi oleh usaha keluarganya di bidang laundry, yang sudah begitu dekat dengan kehidupan sehari-harinya. Setelah sekitar tiga tahun mempersiapkan konsep usaha yang sesuai dan membangun manajemen yang baik, Teddy langsung mendirikan gerai laundry di Jakarta pada 2003. Namanya Aqualis Fabricare. "Tidak ada alasan mengenai nama yang dipilih. Saya suka saja nama itu," imbuh dia. Pada awal memulai usaha, Teddy menyiapkan modal sekitar Rp 400 juta. Uang sebanyak itu untuk menyewa tempat, membeli peralatan, dan juga menciptakan cairan kimia pembersih yang diklaimnya sebagai keunggulan dari usaha sejenis lainnya.Sedari awal, sistem usaha laundry yang dibangun Teddy tidak hanya berupa gerai untuk mencuci dan merawat pakaian, namun, juga terdapat sebuah konter untuk mengambil cucian dari konsumen. Lalu, dia menyiapkan cairan kimia khusus untuk pembersih pakaian ketika dicuci.Teddy benar-benar serius menyiapkan cairan kimia yang berkualitas untuk usahanya ini. Dia mengklaim, usahanya tidak hanya sekadar mencuci dan menyetrika. Tapi juga merawat pakaian. "Kami menjual jasa produk bagus. Itu yang membedakan dengan yang lain," katanya. Memang, dia bertekad membuat produk pembersih pakaian yang bisa mengungguli produk dari luar negeri. Sebab, selama ini, dia melihat kecenderungan masyarakat di negeri ini lebih suka menggunakan merek luar. "Padahal produknya sama dengan bahan kimia laundry biasa," pungkasnya. Layaknya menjalankan sebuah usaha, Teddy kerap menemui berbagai kendala. Salah satunya dalam operasional bisnis. Toh, hal itu tidak menjadi sebuah hambatan serius bagi Teddy. Dia tetap berkomitmen kuat untuk mengatasi berbagai kendala bisnis yang dihadapinya itu. Komitmennya itu berbuah manis. Gerai laundry pertama Aqualis Fabricare mendapat sambutan baik dari masyarakat sekitarnya. Bahkan, tiga bulan setelah gerai pertama beroperasi, Teddy sudah mendirikan cabang ke dua, yang juga berlokasi di Jakarta.Menurut Teddy, pada tahun pertama beroperasi Aqualis telah berhasil membuka delapan konter yang menjadi titik pengumpulan cucian kotor di sekitar dua lokasi gerai besar miliknya. "Yang terpenting dari proses semua ini adalah totalitas dalam membangun sebuah usaha," imbuhnya, sumringah. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Teddy, dari kontraktor ke jasa laundry (2)
Menjalankan profesi sebagai wirausaha sudah menjadi cita-cita Teddy Tjoegito sejak kecil. Selepas kuliah, dia sempat mencicipi bisnis kontraktor bangunan. Namun, setelah bergulat di bisnis itu selama 17 tahun, dia akhirnya banting setir ke bisnis laundry. Dia terinspirasi oleh jejak usaha orang tuanya yang melakoni bisnis itu. Usia bisnis laundry yang dijalankan Teddy Tjoegito masih terbilang belia. Tahun ini merek laundry-nya, Aqualis Fabricare, baru menginjak tujuh tahun. Perjalanannya membawa Aqualis menjadi merek ternama masih perlu melewati perjalanan yang panjang.Lagi pula, saat ini persaingan di bisnis laundry tergolong cukup ketat. Namun, hal itu tidak membuat semangat pria berdarah Tionghoa ini menciut untuk terus berjuang membesarkan usahanya. Apalagi, sejak kecil, Teddy bercita-cita menjadi seorang wirausaha, mengikuti jejak kedua orang tuanya. Asal tahu saja, sejak 1952, orangtua Teddy telah menekuni usaha laundry. Karena itu, jangan heran, bakat Teddy di bisnis laundry telah terasah. Jejak bisnis orang tuanya membuat dia semakin percaya diri menggeluti bisnis ini. "Saya sudah memiliki dasar pengetahuan yang cukup tentang bisnis laundry dari orang tua," katanya. Namun, keberuntungan Teddy menekuni bisnis jasa cuci ini, tidak datang begitu saja. Awalnya, dia yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang sipil bangunan sempat membuka kantor kontraktor di Jakarta. Setelah lulus dari Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN), yang dahulu bernama STTN, pada 1983, dia terjun ke bisnis kontraktor. Cukup lama Teddy menjalankan profesi tersebut, yakni sekitar 17 tahun. Hingga sampai pada puncaknya, ia merasa sudah tidak nyaman lagi menjalankan profesi kontraktor. Teddy menganggap, usaha tersebut tidak bisa membuat orang makmur. "Risiko utang dalam bisnis kontraktor sangat tinggi," katanya. Karena itu, pria kelahiran Jakarta ini mulai berpikir untuk banting setir ke bisnis lain. Dia lantas terinspirasi oleh usaha keluarganya di bidang laundry, yang sudah begitu dekat dengan kehidupan sehari-harinya. Setelah sekitar tiga tahun mempersiapkan konsep usaha yang sesuai dan membangun manajemen yang baik, Teddy langsung mendirikan gerai laundry di Jakarta pada 2003. Namanya Aqualis Fabricare. "Tidak ada alasan mengenai nama yang dipilih. Saya suka saja nama itu," imbuh dia. Pada awal memulai usaha, Teddy menyiapkan modal sekitar Rp 400 juta. Uang sebanyak itu untuk menyewa tempat, membeli peralatan, dan juga menciptakan cairan kimia pembersih yang diklaimnya sebagai keunggulan dari usaha sejenis lainnya.Sedari awal, sistem usaha laundry yang dibangun Teddy tidak hanya berupa gerai untuk mencuci dan merawat pakaian, namun, juga terdapat sebuah konter untuk mengambil cucian dari konsumen. Lalu, dia menyiapkan cairan kimia khusus untuk pembersih pakaian ketika dicuci.Teddy benar-benar serius menyiapkan cairan kimia yang berkualitas untuk usahanya ini. Dia mengklaim, usahanya tidak hanya sekadar mencuci dan menyetrika. Tapi juga merawat pakaian. "Kami menjual jasa produk bagus. Itu yang membedakan dengan yang lain," katanya. Memang, dia bertekad membuat produk pembersih pakaian yang bisa mengungguli produk dari luar negeri. Sebab, selama ini, dia melihat kecenderungan masyarakat di negeri ini lebih suka menggunakan merek luar. "Padahal produknya sama dengan bahan kimia laundry biasa," pungkasnya. Layaknya menjalankan sebuah usaha, Teddy kerap menemui berbagai kendala. Salah satunya dalam operasional bisnis. Toh, hal itu tidak menjadi sebuah hambatan serius bagi Teddy. Dia tetap berkomitmen kuat untuk mengatasi berbagai kendala bisnis yang dihadapinya itu. Komitmennya itu berbuah manis. Gerai laundry pertama Aqualis Fabricare mendapat sambutan baik dari masyarakat sekitarnya. Bahkan, tiga bulan setelah gerai pertama beroperasi, Teddy sudah mendirikan cabang ke dua, yang juga berlokasi di Jakarta.Menurut Teddy, pada tahun pertama beroperasi Aqualis telah berhasil membuka delapan konter yang menjadi titik pengumpulan cucian kotor di sekitar dua lokasi gerai besar miliknya. "Yang terpenting dari proses semua ini adalah totalitas dalam membangun sebuah usaha," imbuhnya, sumringah. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News