JAKARTA. PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) telah menetapkan divestasi anak usaha sebagai salah satu strategi untuk mempertahankan kelangsungan usaha di masa mendatang. Berdasarkan laporan keuangan tahun buku 2013, UNSP sudah mengklasifikasikan enam anak usaha di bawah sub-grup Agri International Resources Pte. Ltd (AIRPL) sebagai aset tidak lancar yang dimiliki untuk dijual sejak 18 Desember 2012 lalu. Persoalannya, divestasi enam anak usaha AIRPL itu ternyata tak kunjung rampung hingga kini. Alih-alih memberikan dana segar, AIRPL malah memberatkan laporan keuangan UNSP.
Bagaimana tidak, di 2013, AIRPL membukukan rugi tahun berjalan Rp 200,68 miliar, melonjak 63,48% dari tahun sebelumnya yang Rp 122,75 miliar. Maklum, penjualan bersih AIRPL terjungkal 91,45% menjadi Rp 37,83 miliar dari tahun 2012 yang Rp 442,29 miliar. "AIRPL balance sheet-nya (neraca keuangan) masih terkonsolidasi di laporan keuangan kami," kata Andi W. Setianto, Direktur Hubungan Investor UNSP, Selasa (8/4). Tak kunjung selesainya divestasi AIRPL agak mengherankan, mengingat perjanjian jual beli itu sudah masuk tahap pembayaran uang muka. Kronologisnya, pada 31 Desember 2012, UNSP bahkan telah menerima pembayaran atas penjualan aset tetap senilai US$ 29,61 juta. Dari transaksi ini, UNSP mengklaim laba penjualan aset tetap senilai Rp 33,28 miliar. Di saat bersamaan, keenam anak usaha UNSP turut melego aset tidak lancar yang dimilikinya. UNSP mengklasifikasikan 4 (empat) aset tidak lancar yang tersedia untuk dijual. Pertama, bibit tanaman senilai Rp 6,9 miliar. Kedua, tanaman perkebunan enam anak usaha senilai total Rp 531,24 miliar. Ketiga, aset tetap enam entitas anak senilai Rp 15,58 miliar. Keempat, goodwill enam anak usaha senilai Rp 1,98 triliun. Goodwill adalah selisih antara biaya akuisisi perusahaan dan anak usaha dengan nilai wajar aset yang diperoleh. UNSP kemudian menerima uang muka senilai US$ 9,89 juta atau setara Rp 95,33 miliar atas penjualan aset tidak lancar enam anak usaha AIRPL. Jika divestasi ini selesai, UNSP setidaknya bisa mendapatkan tambahan dana untuk menjamin kelangsungan usaha.
"Fokus kami (direksi) yang diangkat melalui RUPS 8 Juli 2013 adalah pada (peningkatan) produktivitas," ungkap Andi. Di tahun lalu, produksi tandan buah segar (TBS) maupun minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) UNSP sebenarnya kurang baik. Produksi TBS inti UNSP di tahun lalu turun 41,47% yoy menjadi 507.515 ton. Pun demikian dengan produksi CPO UNSP yang anjlok 26,81% yoy menjadi 196.599 ton. Untungnya, produktivitas (yield) produksi TBS inti UNSP di 2013 naik menjadi 13,5 ton per hektare (ha), dari tahun sebelumnya yang 11,7 ton per ha. Extraction rate CPO juga naik meski tipis, yakni menjadi 20,4% di 2013. Di tahun sebelumnya, extraction rate CPO UNSP tercatat 20,1%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri