KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Teka-teki rencana merger atau penggabungan dua bank dalam memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp 3 triliun masih belum terbuka. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang telah mengumumkan bahwa hanya ada satu bank dari bank umum swasta nasional (BUSN) yang sebelumnya modal intinya masih bawah Rp 3 triliun tak mampu memenuhi aturan hingga akhir 2022. Bank tersebut adalah PT Prima Master Bank. Sebagai sanksinya, OJK telah menurunkan izin usaha bank ini dari bank umum menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) per 4 Januari 2023. Seperti diketahui, OJK telah melakukan pengawasan terhadap 37 bank baik BUSN maupun bank pembangunan daerah (BPD) dengan modal inti di bawah Rp 3 triliun pada tahun 2022. BUSN harus memenuhi ketentuan modal inti itu pada akhir 2022, sedangkan BPD masih punya waktu hingga akhir 2024.
"Dari 37 bank, sebagian sudah melakukan tambahan setoran modal, pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB), penggabungan, pengambilalihan, maupun mengundang mitra strategis. Secara umum BUSN telah memenuhi modal inti minimum sebelum 31 Desember 2022, selain Prima Master Bank." kata Direktur Humas OJK Darmansyah dalam keterangan tertulis pada Senin (9/1). Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae pada 2 Januari 2023 lalu mengatakan, bank-bank itu secara action plan sudah memenuhi aturan modal inti minimum tersebut. Itu dilakukan melalui penambahan modal oleh pemegang saham, melalui
rights issue, dan juga merger.
Baca Juga: Bank of India Indonesia (BSWD) Akan Rights Issue, Pengendali Injeksi Modal Rp 1,3 T Namun, Dian tidak menyebutkan bank apa yang akan merger tersebut. Ia hanya memberikan kisi-kisi bahwa itu terkait dengan bank yang sudah melantai di bursa saham atau emiten. "Terkait dengan merger, karena merupakan bagian dari
corporate actian yang harus mengikuti prosedur administrasi, harus koordinasi dulu dengan pak Inarno (Direktur Utama BEI), belum bisa kami disebut secara eksplisit karena itu bisa berpengaruh pada harga saham dan lain sebagainya," kata Dian. Dari 37 bank yang dimaksud, 12 diantaranya merupakan BPD. Sehingga BUSN terdampak 25 bank. Dari jajaran bank swasta itu, sebagian sudah mengumumkan memenuhi ketentuan modal inti dengan menambah modal lewat
private placement dan
rights issue. Sementara berdasarkan pemantauan KONTAN, dari 25 BUSN yang belum melaporkan memenuhi modal inti Rp 3 triliun dalam keterbukaan informasi adalah PT Bank National Nobu Tbk (
NOBU), Bank MNC Internasional Tbk (BABP), Bank of India Indonesia Tbk (
BSWD), Bank SBI Indonesia, dan Bank Index Selindo. Lalu ada enam bank lagi dengan modal inti di bawah Rp 3 triliun namun mereka bagian dari kelompok usaha bank (KUB). Dalam aturan konsolidasi perbankan, anggota KUB yang bukan perusahaan induk cukup punya modal inti minimum Rp 1 triliun.
Mereka diantaranya PT Bank Victoria Syariah dengan modal inti Rp 265,7 miliar per September 2022, Bank BCA Syariah Rp 2,82 triliun, PT Bank Bukopin Syariah Rp 1,1 triliun, PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk Rp 2,2 triliun, Bank BJB Syariah Rp 1,2 triliun, dan Bank Mega Syariah Rp 2,01 triliun. Bank MNC sejak Desember 2022 telah memproses
rights issue dengan menerbitkan saham baru sebanyak 9.434.687.046 bernilai nominal Rp 50 per saham atau 23,08% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Harga pelaksanaannya Rp 130 per saham dan dana yang dibidik Rp 1,22 triliun. Per September 2022, modal inti bank ini baru mencapai Rp 2,07 triliun. Sementara Bank Nobu tercatat baru punya modal inti Rp 1,6 triliun per September 2022. Bank ini berencana
rights issue pada kuartal I 2023 ini. Namun, dalam prospektusnya, perseroan hanya menawarkan sebanyak-banyaknya 681.819.174 saham baru dengan nominal Rp 100 per saham. Harga pelaksanaannya ditetapkan Rp 592 per saham sehingga dana yang berpotensi diraup hanya Rp 403,6 miliar. PT Bank of India Indonesia Tbk yang modal intinya baru Rp 2 triliun per September 2022 akan melakukan
rights issue di kuartal I ini. Bank berkode saham BSWD ini akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 2.388.861.478 saham baru dengan nilai nominal Rp 200 per saham. Itu setara 50% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setor
rights issue. Harga pelaksanaan
rights issue ditetapkan Rp 1.000 per saham, sehingga BSWD berpotensi meraup dana Rp 2,38 triliun. Setiap satu saham lama berhak memperoleh satu HMETD. Bank of India (BOI) selaku pemegang saham pengendali menginjeksi modal ke BSWD Rp 1,3 triliun dan sudah itu disetor pada November 2022 lalu.
Baca Juga: Kelompok Usaha Bank (KUB) Jadi Strategi Pemenuhan Modal, Begini Perkembangannya Dalam prospektus BSWD, BOI disebut hanya siap menyerap sebagian haknya, yakni sebanyak 1,3 miliar HMETD. Bank BUMN India itu menguasai 86,04% saham BSWD saat ini atau sebanyak 2.055.488.000 saham, sehingga punya hak dapat 2.055.488.000 HMETD dalam
rights issue itu. Tidak ada pembeli siaga dalam aksi korporasi bank ini. Bank SBI Indonesia tercatat memiliki modal inti Rp 2,12 triliun per September 2022. Bank ini juga dikendalikan investor asal India, yaitu State Bank of India (SBI), bank pelat merah yang 56,9% sahamnya dikuasai pemerintah India.
Sebelumnya,
Corporate Secretary Division Head PT Bank SBI Indonesia Nana Nurhasanah menyatakan SBI sebagai pemegang saham pengendali berkomitmen untuk pemenuhan kewajiban modal inti. “Hal ini juga telah disampaikan oleh SBI kepada OJK pada 10 November 2022,” katanya. Sementara Bank Index Selindo baru memiliki modal inti Rp 2,09 triliun per September 2022. Sejauh ini belum ada informasi yang bisa didapat KONTAN terkait bank ini. Namun, pada April 2022, fintech Modalku telah mengakuisisi 10% saham Bank Index melalui Funding Asia Group Pte,Ltd. Bank Index dikendalikan oleh PT Kazanah Indexindo dengan kepemilikan 45,11%. Pemilik saham non pengendali lainnya ada PT Creator Capital dengan porsi 12,91%, PT Asseta Selindo 15,04%, Trusty Cars Pte Ltd 5%, Kurniadi Setiawan 3,1% SBI Emerging Asia Financial Sector Fund 2,36%, Nederlandse Financierings-Maatschappij Voor Ontwikkelingslanden 1,78%, Alwi Setiawan 1,03%, PT Digi Asia Bios 3,67%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari