KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berkomitmen untuk mengimplementasikan
sustainable finance (Keuangan Berkelanjutan) secara menyeluruh sebagai bentuk dukungan terhadap pertumbuhan berkelanjutan yang dihasilkan dari keselarasan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup, serta mematuhi arahan Otoritas Jasa Keuangan khususnya POJK No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan. Salah satu upaya yang BNI Lakukan dengan mengembangkan praktik usaha berkelanjutan sejalan dengan agenda global. BNI mulai proaktif memperkenalkan
sustainability linked loan (SLL), di mana salah satu aspek utama SLL adalah pemberian insentif bagi nasabah untuk memperbaiki aspek ESG dalam bisnis mereka. Sepanjang tahun 2022, BNI telah menyalurkan SLL sebesar USD 355 juta atau ekuivalen Rp 5,3 triliun. Pembiayaan itu disalurkan kepada debitur
top tier di sektor industri prioritas, seperti
fast-moving consumer goods dan manufaktur.
Selain dengan menyalurkan pembiayaan ke sektor usaha berkelanjutan yang kuat, komitmen tersebut juga dijalankan BNI dengan melakukan perhitungan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
scope 1, 2 dan 3 sehingga ke depannya dapat menjadi acuan dalam mengukur keberhasilan perseroan dalam upaya menekan emisi karbon.
Baca Juga: Bank Negara Indonesia (BBNI) Bidik Pertumbuhan Volume Transaksi Kartu Kredit 10% Pada periode pelaporan 2022, BNI melakukan penyesuaian metodologi perhitungan dalam hal klasifikasi sumber emisi untuk menghitung emisi khususnya
scope 3 yang meliputi, perjalanan dinas darat, perjalanan dinas udara, dan emisi pembiayaan dengan mengadopsi metodologi dari PCAF. BNI juga mulai menghitung emisi pembiayaan untuk debitur segmen menengah dan korporasi, yaitu sektor perkebunan perkebunan, industri turunan produk perkebunan, pertambangan dan perdagangan komoditas, industri pengolahan, industri perdagangan,
pulp and paper, konstruksi, hingga PLTU. Di dalam peta jalan ESG, BNI akan menghitung emisi GRK
scope 1 dan 2 untuk seluruh kantor BNI hingga kantor cabang pembantu (KCP) di seluruh Indonesia, yang saat ini sedang dilakukan penyusunan pedoman dan format pengumpulan data sumber emisi agar ke depan perhitungan emisi dapat dilakukan lebih detail dan presisi. Setelah melakukan penyusunan pedoman, selanjutnya BNI akan menetapkan target
net zero emission sehingga diperoleh peta jalan yang akurat dalam menuju
net zero emission. Berdasarkan perhitungan BNI terhadap gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan pada 2022 diketahui untuk
scope 1 yang meliputi pemakaian BBM di gedung tercatat sebesar 121,64 ton CO2eq. Kemudian untuk
scope 2 yang meliputi emisi dari penggunaan listrik tercatat sebesar 295,208,86 ton CO2eq. Untuk
scope 3 yang meliputi perjalanan dinas udara, perjalanan dinas darat, dan emisi pembiayaan masing-masing tercatat sebesar 2.013,87 ton CO2eq, 889,12 ton CO2eq, dan 13.392.779,24 ton CO2eq. Adapun total emisi GRK dari ketiga cakupan tersebut sebesar 13.691.012,79 ton CO2eq.
Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo mengungkapkan, sebagai bank pionir
green banking dan salah satu
first mover on sustainable banking di Indonesia, perseroan berkomitmen menginternalisasi prinsip keuangan berkelanjutan pada nilai-nilai, budaya kerja, strategi perusahaan, kebijakan operasional, serta sistem dan prosedur operasional perseroan.
Baca Juga: Luncurkan SuperApp BTN Mobile, Bank BTN Targetkan Bisa Akuisisi 26% Nasabah Baru "Tentu ini akan menjadi sebuah langkah awal untuk kami dapat menjadi contoh pionir
green banking di Indonesia yang tidak hanya fokus pada perhitungan bisnis, tetapi lebih jauh proaktif melakukan pengukuran komprehensif dari sisi emisi GRK," katanya dalam keterangan resmi pada Minggu (12/2).
Adapun,
sustainable portofolio yang BNI lakukan untuk sektor-sektor ramah lingkungan. Sepanjang 2022 pembiayaan pada Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB) mencapai Rp 182,9 triliun atau 28,5% dari total portofolio kredit BNI.
Sustainable portfolio ini utamanya diberikan untuk kebutuhan pengembangan ekonomi sosial masyarakat melalui pembiayaan segmen kecil sebesar Rp 123,2 triliun. Lalu pengelolaan bisnis ramah lingkungan dan sumber daya alam hayati sebesar Rp 19,7 triliun. Selain itu ada juga, energi baru dan terbarukan sebesar Rp 10,9 triliun. Kemudian pembiayaan untuk pencegahan polusi sebesar Rp 4 triliun serta
sustainable portfolio lainnya sebesar Rp 25,1 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi