Tekan emisi, pengusaha hutan harus pakai RIL C



JAKARTA. Sebagai negara dengan luasan hutan terbesar di dunia. Hutan produksi Indonesia memiliki peranan tinggi dalam memitigasi perubahan iklim dunia. Sayang, pengelolaan hutan produksi di Indonesia belum dilakukan dengan baik.

Direktur Program Teresterial The Nature Conservacy (TNC) Indonesia, Herlina Hartanto mengatakan, jika hutan produksi dikelola dengan baik mampu menyimpan karbon dalam jumlah besar. Peranannya dapat mengurangi target emisi gas rumah kaca hingga 26% pada tahun 2020.

Saat ini, luas hutan produksi di Indonesia mencapai 59,1 juta ha. Sedangkan 81,8 juta ha yang adalah hutan produksi yang dapat dikonversi. Jika dihitung, potensi kontribusi penyerapan karbon dunia di hutan produksi selama tahun 2006 hingga 2009 mencapai 403,63 juta ton yang mana 79,3% berasal dari Indonesia.


“Artinya hutan produksi harus dikelola secara lestari. Jika hutan tidak ada pengelolanya (open acces) yang terjadi justru perambahan dan pembalakan liar. Ujung-ujungnya pelepasan emisi gas rumah kaca," papar Herlina kemarin, Selasa (29/4).

Solusinya, Herlina demi menekan pelepasan emisi. Perusahaan pemegang izin usaha hasil hutan kayu atau IUPHHK harus menerapkan teknis pembalakan ramah lingkungan beremisi rendah karbon. Teknik ini dikenal dengan nama Reduce Impact Logging and Low Carbon Emissions atau RIL C.

RIL C adalah teknik yang memperketat kegiatan pembalakan sehingga meminimalkan dan mencegah kerusakan tanah maupun tegakan pohon yang tertinggal. "RIL C mampu mengurangi kerusakan hutan hingga 50% dan mencegah pelepasan emisi sampai 30% dibandingkan pembalakan konvensional," pungkas Herlina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan