Tekan Inflasi, Bank of Korea Kembali Kerek Suku Bunga Jadi 2,5%



KONTAN.CO.ID - SEOUL. Bank of Korea (BOK) kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 2,50%. Kebijakan untuk menaikkan suku bunga utama ini dilakukan bank sentral untuk menahan inflasi dan mencegah arus keluar modal karena Federal Reserve juga bersiap untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Kamis (25/8), kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan BOK ini melanjutkan kebijakan serupa yang diambil bank sentral di bulan Juli lalu. Kala itu, BOK mengerek suku bunga 50 bps, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal tersebut untuk mengekang inflasi yang sekarang berada di level tertinggi hampir 24 tahun.

Kebijakan yang diambil BOK ini sejalan dengan jajak pendapat yang dilakukan Reuters. Di mana, hanya satu dari 36 analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan, BOK melakukan kenaikan 25 bps, sementara satu analis memperkirakan kenaikan 50 bps.


Dalam paparannya, BOK juga meningkatkan perkiraan inflasi untuk tahun ini menjadi 5,2% dari 4,5%. Ini akan menjadi inflasi tercepat sejak 1998.

Baca Juga: Jenderal Korea Selatan Pimpin Latihan Gabungan Bersama Pasukan AS

Di saat yang sama, bank sentral Korea Selatan ini juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi 2,6% untuk tahun 2022. Sebelumnya, BOK memperkirakan, ekonomi Negeri Ginseng dapat tumbuh 2,7% di tahun ini.

Selain itu, BOK juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2023 menjadi 2,1%..

Asal tahu saja, BOK adalah salah satu bank sentral pertama yang meninggalkan stimulus moneter era pandemi dan telah menaikkan total suku bunga 2% sejak Agustus tahun lalu.

Pembuat kebijakan moneter Korea Selatan itu sekarang mencoba mengendalikan inflasi yang berada pada laju tercepat dalam lebih dari dua dekade tanpa merusak ekonomi.

"Dengan pertumbuhan ekonomi yang akan melambat pada paruh kedua tahun ini dan inflasi mungkin sudah mencapai puncaknya, kami pikir siklus pengetatan akan berakhir akhir tahun ini," kata Gareth Leather, seorang ekonom di Capital Economics dalam sebuah catatan yang diterbitkan segera setelah keputusan moneter tersebut keluar.

"Pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah, yang disebabkan oleh perlambatan ekonomi global dan hambatan dari pengetatan kebijakan baru-baru ini, akan menyebabkan tekanan harga yang mendasari mereda."

Editor: Anna Suci Perwitasari