KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tuberculosis (TBC) menjadi penyakit menular yang menyebabkan kematian tertinggi setelah Covid-19. Indonesia menjadi negara dengan kasus TBC terbesar kedua setelah India. Diperkirakan ada 969.000 kasus TBC di Indonesia, dimana tahun 2022 hanya sekitar 75% yang ditemukan dan diobati. Pasien TBC tanpa komplikasi dapat ditangani di Puskesmas, klinik atau dokter mandiri. Adapun langkah ini berpotensi menghemat anggaran pembiayaan kesehatan, serta memperkuat fungsi layanan kesehatan primer bagi masyarakat.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Gelontorkan Rp 2 Triliun Hanya untuk Penyakit TBC pada 2022 Oleh karenanya dilakukan intervensi dalam bentuk inovasi pembiayaan program TBC yang dilakukan Kementerian Kesehatan menggandeng BPJS Kesehatan. Melalui inovasi pembiayaan program TBC ini FKTP bisa mendapatkan insentif non kapitasi yang pembayarannya dibagi dalam tiga tahapan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menerangkan, inovasi pembiayaan program TBC diujicoba pada enam kota yakni Medan, Bogor, Denpasar, Surabaya, Semarang dan Jakarta Utara. "Kalau dulu ada pendamping minum obat sekarang ada Artificial Intellegence (AI) kita bisa tahu pasien minum obat atau tidak. Kita di BPJS Kesehatan dan Kemenkes kembangkan itu," kata Ghufron dalam Town Hall Pembiayaan Kesehatan, Selasa (29/8). Ia mengatakan, tahun lalu BPJS menggelontorkan Rp 2 triliun untuk pembiayaan TBC. Maka tiga hal upaya yang dilakukan untuk ikut serta dalam pemberantasan TB. Pertama, shifting cost dari rumah sakit ke FKTP termasuk di FKTP swasta. Kedua, notifikasi atau tracing apakah pasien mendapatkan pengobatan sampai sembuh apa tidak. Ketiga, strategi purchasing, dimana FKTP tak hanya dibayar klaimnya namun bisa mendapatkan insentif jika pengobatan TB tuntas. "Tidak hanya kita bayar, tetapi kalau sampai sembuh dapat insentif. Nah termasuk yang klinik swasta. Ini yang tidak banyak terjadi di banyak negara, sedang mencari modelnya," kata Ghufron. Adapun yang dapat memanfaatkan inovasi pembiayaan TBC ini ialah FKTP baik dari pemerintah atau swasta yang sudah bermitra dengan BPJS Kesehatan.
Baca Juga: Klaim Penyakit ISPA di BPJS Kesehatan Meningkat Pada Juli 2023, Ini Rinciannya Dengan adanya intervensi pembiayaan tersebut harapannya dapat meningkatkan notifikasi TBC, peningkatan ketuntasan pengobatan. Serta menurunnya angka rujukan pasien TBC tanpa komplikasi di fasilitas rujukan tingkat lanjut. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, dari estimasi TBC 969.000 kasus, tahun lalu sudah ada notifikasi/deteksi 724.309 dan sekitar 635.000 kasus diobati. Dimana sebelumnya maksimal deteksi TBC hanya 568.000 kasus.
"Kasus TBC dari dulu ada, cuma ngga pernah terdeteksi dan nular ke orang. Sekarang sudah terdeteksi kita kasih obat. Makanya jadi naik," kata Budi. Tahun ini pemerintah menginginkan adanya deteksi TBC hingga 800.000 kasus atau 90% estimasi tercapai. Kemudian tahun ini juga ditargetkan 100% kasus TBC diobati dengan 90% keberhasilan pengobatan. Untuk mencapai target notifikasi TBC tahun ini, ia menargetkan ada 16.700 kasus terdeteksi setiap minggunya. Dalam paparannya notifikasi kasus TBC 2023 sampai dengan 5 Juni 2023 ialah 31% dari estimasi kasus 969.000. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi