JAKARTA. Rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) industri perbankan syariah naik tinggi. Per Juni 2015, NPF perbankan syariah menembus level 4,73%. Angka ini tumbuh 0,83% dibandingkan dengan NPF perbankan syariah periode yang sama tahun 2014 kemarin yang sebesar 3,90%. Direktur Utama BNI Syariah, Dinno Indiano mengungkapkan, peningkatan pembiayaan bermasalah di perbankan syariah terjadi lantaran kondisi makro ekonomi yang sedang memburuk. Hal ini mengakibatkan, industri perbankan syariah yang berumur masih muda yaitu 20 tahun turut mengalami perlambatan. "Perbankan syariah karena masih muda, masih 20 tahun, jadi wajar kalau pertumbuhannya melambat dan NPF-nya meningkat. Sekarang tinggal apa yang dilakukan ke depan. Karena itu, sampai 2016 adalah menjaga kualitas pembiayaan," kata Dinno Indiano belum lama ini. Oleh sebab itu, kata Dinno, BNI Syariah tidak akan terlampau ekspansif dalam pertumbuhan pembiayaan sampai dengan tahun 2016 mendatang. "Kalau tidak rem pembiayaan, kami khawatir pembiayaan akan jatuh lagi dan NPF akan lebih besar lagi," jelas Dinno. NPF BNI Syariah per Juni 2015 sebesar 2,42%. Per Agustus 2015, BNI Syariah kembali mengalami kenaikan NPF menjadi 2,8%. "Akhir tahun maksimum di bawah 3%," katanya. Salah satu strategi BNI Syariah dalam menjaga NPF untuk tidak melambung lebih tinggi lagi adalah memfokuskan diri pada penyaluran pembiayaan perumahan pertama. Dinno bilang, pembiayaan perumahan di BNI Syariah menyumbang pertumbuhan pembiayaan sangat baik dan NPF pembiayaan perumahan terjaga di level 1,6%. Mengantisipasi kenaikan NPF ini, BNI Syariah juga akan meningkatkan cadangan atau provisi. BNI Syariah menyiapkan coverage ratio mencapai 80%. Dinno bilang, pelonggaran aturan mengenai restrukturisasi yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kurang berdampak signifikan. Sebab, melakukan restrukturisasi terhadap nasabah yang sudah tidak memiliki kemampuan membayar, akan sangat tidak berguna. "Relaksasi aturan restrukturisasi bagus, tapi jangan sampai kebablasan karena bisa sia-sia," ucap Dinno.
Tekan kredit macet, ini yang dilakukan BNI Syariah
JAKARTA. Rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) industri perbankan syariah naik tinggi. Per Juni 2015, NPF perbankan syariah menembus level 4,73%. Angka ini tumbuh 0,83% dibandingkan dengan NPF perbankan syariah periode yang sama tahun 2014 kemarin yang sebesar 3,90%. Direktur Utama BNI Syariah, Dinno Indiano mengungkapkan, peningkatan pembiayaan bermasalah di perbankan syariah terjadi lantaran kondisi makro ekonomi yang sedang memburuk. Hal ini mengakibatkan, industri perbankan syariah yang berumur masih muda yaitu 20 tahun turut mengalami perlambatan. "Perbankan syariah karena masih muda, masih 20 tahun, jadi wajar kalau pertumbuhannya melambat dan NPF-nya meningkat. Sekarang tinggal apa yang dilakukan ke depan. Karena itu, sampai 2016 adalah menjaga kualitas pembiayaan," kata Dinno Indiano belum lama ini. Oleh sebab itu, kata Dinno, BNI Syariah tidak akan terlampau ekspansif dalam pertumbuhan pembiayaan sampai dengan tahun 2016 mendatang. "Kalau tidak rem pembiayaan, kami khawatir pembiayaan akan jatuh lagi dan NPF akan lebih besar lagi," jelas Dinno. NPF BNI Syariah per Juni 2015 sebesar 2,42%. Per Agustus 2015, BNI Syariah kembali mengalami kenaikan NPF menjadi 2,8%. "Akhir tahun maksimum di bawah 3%," katanya. Salah satu strategi BNI Syariah dalam menjaga NPF untuk tidak melambung lebih tinggi lagi adalah memfokuskan diri pada penyaluran pembiayaan perumahan pertama. Dinno bilang, pembiayaan perumahan di BNI Syariah menyumbang pertumbuhan pembiayaan sangat baik dan NPF pembiayaan perumahan terjaga di level 1,6%. Mengantisipasi kenaikan NPF ini, BNI Syariah juga akan meningkatkan cadangan atau provisi. BNI Syariah menyiapkan coverage ratio mencapai 80%. Dinno bilang, pelonggaran aturan mengenai restrukturisasi yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kurang berdampak signifikan. Sebab, melakukan restrukturisasi terhadap nasabah yang sudah tidak memiliki kemampuan membayar, akan sangat tidak berguna. "Relaksasi aturan restrukturisasi bagus, tapi jangan sampai kebablasan karena bisa sia-sia," ucap Dinno.