JAKARTA. Minat perbankan untuk menumpuk dana pihak ketiga (DPK) melalui program undian berhadiah mendapat sorotan tajam dari Bank Indonesia (BI). BI mengancam akan mengatur program undian berhadiah dari perbankan jika bank enggan menyalurkan DPK yang diperolehnya menjadi kredit.
Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, ujung-ujungnya DPK yang melimpah itu hanya ditempatkan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Per 8 September lalu, posisi operasi pasar terbuka (OPT) BI mencapai Rp 350 triliun. "Ekses likuiditas yang ditempatkan di SBI ini sudah berlebihan," kata Darmin, akhir pekan lalu.
BI melihat, cara bank mengumpulkan DPK terutama melalui undian atau hadiah sudah melampaui batas. "Kadang-kadang, sudah tidak ada hubungannya antara pemilik dana dengan penerima hadiah," katanya. Tidak usah heran apabila BI berniat mengkaji pembatasan hadiah dan undian yang bisa menimbulkan persaingan tidak sehat Apalagi, penentuan hadiah tak lagi berupa barang melainkan tambahan bunga simpanan sekian persen kepada nasabah.
Deputi Gubernur BI Budi Mulya mengatakan, DPK menjadi biaya (cost) bagi perbankan. Nah, untuk menutup biaya tersebut, bank sengaja mematok bunga kredit tinggi atau menempatkan DPK di SBI agar keuntungan mereka tidak tergerus.
"Net interest margin (NIM) perbankan di Indonesia besar, apakah akan dibiarkan terus?" kata Budi Mulya. Hingga Juli lalu, NIM perbankan mencapai 5,78%. Padahal, negara-negara tetangga di kawasan Asean memiliki NIM di bawah 5%. NIM yang tinggi mencerminkan perbankan kita kurang efisien.
Bunga tidak transparan
Para bankir menginformasikan, biaya promosi untuk undian atau hadiah di bank-bank besar hanya sekitar 0,1% - 0,15% dari komponen suku bunga. Namun bagi bank kecil, biaya promosi ini bisa mencapai 1% - 2% dari bunga deposito.
Masalahnya, bunga deposito yang sampai ke nasabah kadang-kadang tidak transparan. "Kesepakatan bunga dilakukan under the table dengan berbagai cara," kata Direktur Bank Hana Edy Kuntardjo, Senin (20/9).
Menurutnya, kesepakatan seperti itulah yang harus dibenahi perbankan. "Sekaligus mengedukasi masyarakat bahwa bank adalah sarana menyimpan uang yang aman dengan suku bunga sesuai LPS," tegas Edy.
Seharusnya, besaran bunga bisa dilihat para nasabah pada papan bunga di kantor-kantor bank. Nyatanya, masih ada beberapa bank yang memberikan insentif lebih khususnya untuk nasabah deposito.
Para bankir mengaku tak keberatan jika BI berniat membatasi pemberian hadiah plus undian. Meskipun mereka menilai, hadiah merupakan cara efektif dan murah bagi bank untuk meraup dana masyarakat. "Dibanding menaikkan bunga simpanan 1%, memberi hadiah lebih murah," kata Tarmiden Sitorus, pengamat perbankan yang juga mantan direktur pengelolaan moneter BI.
Direktur Bank Mega Kostaman Thayib tidak keberatan dengan rencana BI menertibkan undian dan hadiah yang digelar perbankan. Namun, ia mengaku kecewa pada bank yang melanggar kesepakatan bunga deposito 7%. Kesepakatan 14 bank besar tersebut diteken pertengahan 2009 silam. "Itu namanya ambil keuntungan di tengah kesepakatan. Kami yang dirugikan," tandasnya.