KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sederet kendala masih merundung emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mulai dari kasus hukum, tumpukan utang hingga masalah fundamental keuangan menerpa emiten BUMN dari berbagai sektor. Persoalan terbaru yang ramai menjadi perbincangan publik membelit BUMN farmasi. Kinerja holding BUMN sektor kesehatan itu ternyata sedang sakit, dengan kerugian yang menembus Rp 2,16 triliun pada tahun lalu. PT Kimia Farma Tbk (
KAEF) dan PT Indofarma Tbk (
INAF) menjadi sorotan. Apalagi dengan adanya indikasi
fraud dan kasus jeratan pinjaman online pada INAF.
Di sisi lain, kasus hukum dugaan korupsi jual beli gas menerpa PT Perusahaan Gas Negara Tbk (
PGAS). Sebelumnya, ada PT Timah Tbk (
TINS) yang terbawa dalam pusaran kasus tata kelola timah.
Baca Juga: Wall Street Cenderung Turun Jelang Akhir Pekan Di sektor infrastruktur, BUMN Karya seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk (
WSKT) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (
WIKA) masih berjuang untuk memangkas tumpukan utang dan memperbaiki fundamental keuangan. Tak jauh beda dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (
GIAA) dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (
KRAS) yang masih harus berjuang memperbaiki performa keuangannya. Dari kinerja saham, harga PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) terjun ke level terendah dalam tiga tahun. Dari sektor perbankan, ada bayang-bayang perlambatan kinerja serta tantangan dari era suku bunga tinggi dan risiko naiknya
non-performing loan (NPL). Saham big bank BUMN pun sempat menukik tajam, meski dalam dua hari terakhir kembali mendaki. Performa melandai saham-saham big bank pun menggerus kapitalisasi pasar
(market cap), dan tergusur oleh emiten swasta. Contohnya PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (
BBNI) yang sudah terlempar dari jajaran 10 besar market cap terbesar di bursa. Posisi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI) pun kini anjlok ke ranking lima dengan market cap senilai Rp 666 triliun. Sedangkan secara indeks saham, performa IDX BUMN20 dan IDX-MES BUMN17 ada dalam posisi minus, masing-masing -12,50% dan -11,75% secara
year to date hingga Jumat (21/6).
Baca Juga: Rupiah Pekan Ini Masih Tertekan, Mencapai Level Paling Lemah Sejak Maret 2020 Pengamat Pasar Modal & Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat menyoroti masalah BUMN yang menerpa berbagai sektor. Tumpukan persoalan ini semestinya menjadi alarm perlu adanya pembenahan secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada satu per satu perusahaan. "Jadi kalau sekadar penurunan kinerja, tidak begitu masalah, karena perusahaan swasta juga banyak yang turun kinerjanya. Tapi BUMN ini beda, bukan cuma rugi, tapi banyak yang terkena kasus hukum, gagal bayar utang, bahkan nyaris bangkrut," kata Teguh kepada Kontan.co.id, Jumat (21/6). Menurut Teguh, salah satu pekerjaan rumah terbesar Kementerian BUMN saat ini adalah menjaring dan menempatkan figur-figur terbaik dan profesional di dalam manajemen emiten BUMN. Jangan sampai muncul citra adanya persoalan tata kelola karena banyaknya "titipan". "Terutama di jajaran direksi, harusnya nggak ada "titipan". Perlu ada lagi figur-figur yang menonjol seperti dulu ada Ignatius Jonan atau Dahlan Iskan. Jadi harus cari orang yang kompeten, dan kasih kesempatan," tegas Teguh.
Baca Juga: IHSG Menguat 2,16% ke 6.879 Pekan Ini, Net Buy Asing Rp 1,15 Triliun di Jumat (21/6) Pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy punya catatan serupa. Kompetensi dan profesionalitas manajeman menjadi isu penting yang mesti diperhatikan. Apalagi di tengah persepsi maraknya "titipan" yang bersifat politis. BUMN memang memiliki fungsi sebagai agen pemerataan dan pertumbuhan, sehingga sering menjalankan penugasan dari pemerintah. Namun Budi mengingatkan hal itu tidak boleh mengesampingkan aspek
good corporate governance (GCG), apalagi untuk perusahaan terbuka yang punya tanggung jawab terhadap investor publik. "Dari segi GCG dan profesionalitas manajemen perlu dipikirkan untuk tidak melakukan titipan. Tetapi mereka yang bisa menjalankan fungsi eksekutif dan pengawasan yang tidak bisa diinterupsi. Sebagai perusahaan publik, itu nomor satu agar reputasi dan investor percaya," tegas Budi.
Baca Juga: IHSG Naik 0,89% Hari Ini, Simak Review Sepekan Saham Bank Masih Menarik
Sejauh ini, Budi menilai emiten perbankan BUMN dikelola secara lebih profesional dibandingkan sektor lainnya. Sementara dari sisi kinerja, Teguh melihat bahwa emiten big bank BUMN masih punya prospek yang apik ketimbang emiten pelat merah lainnya. Prospek kinerja big bank BUMN, yakni BBRI, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (
BMRI) dan BBNI masih terjaga lantaran ditopang oleh penguasaan pasar yang signifikan. "Jadi wajar kalau kinerja mereka cukup bagus selama ekonomi tidak terkena masalah serius," ujar Teguh. Di samping emiten bank, Teguh melirik PT Bukit Asam Tbk (
PTBA). Hanya saja, kinerja PTBA akan sangat sensitif terhadap harga komoditas batubara yang saat ini belum memanas lagi. Sedangkan di ANTM dan TINS, Teguh menyoroti soal efisiensi dalam tata kelola dan produksi.
Baca Juga: Kinerja Emiten Minuman Ringan Diprediksi Tertekan Daya Beli, Cek Rekomendasi Sahamnya Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora sepakat, di antara saham emiten BUMN, hanya saham perbankan yang menunjukkan prospek paling apik. Apalagi secara teknikal, saham
big bank sudah menunjukkan sinyal reversal dan investor mulai beralih ke posisi beli.
"Saham perbankan big caps BUMN paling aman untuk saat ini di bandingkan emiten-emiten BUMN di sektor yang lainnya," kata Andhika. Andhika pun menilai saham BBRI dan BBNI menarik untuk dikoleksi dengan strategi
buy on weakness. Target harga masing-masing berada di level Rp 5.200 dan Rp 5.000. Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana juga menyarankan
buy on weakness saham BBRI (target Rp 4.680-Rp 4.750) dan BBNI (target Rp 4.470-Rp 4.800). Kemudian,
trading buy saham ANTM (target Rp 1.300-Rp 1.360) dan PGAS dengan target harga Rp 1.550-Rp 1.570 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati