KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah saham emiten berkapitalisasi besar alias big caps tengah mengalami tekanan jual, sejak sebulan perdagangan terakhir. Dalam sebulan terakhir, saham PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) menghadapi tekanan jual dari investor asing dengan total
net foreign sell mencapai Rp 3,31 triliun di seluruh pasar. Kondisi ini berimbas pada harga saham BBCA yang terkoreksi 7,36% ke level Rp 9.125 per saham. Sementara itu, saham PT Chandra Asri Pacific Tbk (
TPIA) juga mengalami aksi jual asing dengan total
net foreign sell sebesar Rp 152,45 miliar di seluruh pasar. Meski demikian, harga saham TPIA justru menguat 20,21% dalam sebulan terakhir dan kini berada di level Rp 8.625 per saham.
Di sisi lain, PT Amman Mineral Internasional Tbk (
AMMN) turut terkena tekanan jual dari investor asing dengan total
net foreign sell mencapai Rp 33,08 miliar di seluruh pasar. Akibatnya, harga saham AMMN melemah 14,71% dalam sebulan terakhir dan ditutup di level Rp 7.250 per saham pada perdagangan Rabu (5/2).
Head of Investment Specialist PT Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah menyatakan pergerakan saham
blue chip banyak dipengaruhi oleh sentimen global, yang pada akhirnya berdampak pada aliran modal masuk atau
inflow.
Baca Juga: Gelar Stock Split pada Awal 2025, Simak Catatan & Rekomendasi Saham Berikut Ini "Apabila keadaan dari sisi global membaik seperti pelemahan indeks dolar, hal ini bisa jadi katalis untuk saham-saham
blue chip," kata Fath kepada Kontan, Rabu (5/2). Fath menilai kondisi tekanan jual sebenarnya normal terjadi, karena ketika berinvestasi di negara
emerging market tapi kursnya melemah, pasti akan mempengaruhi portofolio pengelola dana tersebut.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, menilai bahwa prospek fundamental emiten
big caps masih memiliki peluang untuk tumbuh. Namun, dalam jangka pendek hingga menengah, pergerakannya menghadapi berbagai tantangan di tengah kekhawatiran terhadap ketidakpastian ekonomi global, terutama dengan dimulainya perang dagang. Meski begitu, ada harapan dari potensi penurunan suku bunga. Sukarno juga menyoroti PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (
DSSA) sebagai saham yang menarik secara teknikal karena tengah berada dalam tren kenaikan, tinggal menunggu sinyal beli berikutnya. Sementara itu, PT Telkom Indonesia Tbk (
TLKM) juga patut diperhatikan karena pergerakannya yang cenderung
sideways. "Saran bagi investor cenderung
wait and see sambil melihat perkembangan situasi eksternal akan seperti apa," ujar Sukarno kepada Kontan, Rabu (5/2). Untuk saham TLKM, Sukarno merekomendasikan
hold dengan target harga di level Rp 2.800 per saham.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menambahkan tekanan jual yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari kekhawatiran terhadap ekonomi global, perang dagang, kondisi ekonomi yang masih lesu, serta kebijakan
hawkish dari The Fed. "Kalau pasar lesu, maka IHSG terkoreksi, dan yang kena pengaruh paling besar saham
blue chip," kata Ekky kepada Kontan, Rabu (5/2).
Menurut Ekky, bagi investor dan pelaku pasar, saat pasar sedang lesu ini justru bisa menjadi kesempatan untuk melakukan akumulasi saham
blue chip secara bertahap. Penurunan harga saham membuat valuasi saham-saham emiten menjadi lebih murah, memberikan peluang untuk membeli dengan harga yang lebih rendah.
Bagi investor jangka panjang, penurunan pasar ini justru bisa menjadi peluang, meskipun
timing masuk pasar tetap penting. Untuk jangka pendek, Ekky merekomendasikan saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (
AMMN) dan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (
PANI) yang mulai menunjukkan tanda-tanda
rebound setelah penurunan yang signifikan. Ekky menyarankan untuk mencermati saham PANI pada level Rp 12.700 per saham dan AMMN di sekitar Rp 8.000 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News