KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Tekanan terhadap kelas menengah kian meningkat seiring menyusutnya jumlah masyarakat yang turun ke kelompok berpendapatan lebih rendah. Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menilai, pemerintah perlu memberikan insentif yang lebih tepat sasaran serta menyiapkan kebijakan struktural untuk menahan penurunan kelas menengah tersebut. Pasalnya, kelas menengah memiliki peran penting dalam mendorong konsumsi yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi.
Menurut David, selama ini kebijakan pemerintah relatif lebih fokus menyasar kelompok berpendapatan rendah melalui berbagai stimulus bantuan sosial (bansos). Langkah tersebut dinilai berhasil menjaga konsumsi kelompok bawah dan rentan. Namun, di sisi lain, kelas menengah justru menghadapi tekanan karena minimnya insentif. Menurutnya penambahan tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) juga perlu dilakukan lagi.
Baca Juga: Gus Yahya: Islah PBNU Telah Tercapai di Lirboyo “Persoalannya justru di kelompok berpendapatan menengah. Mereka tidak banyak mendapat subsidi atau insentif. Kalau dulu ada penambahan PTKP dan sebagainya, sekarang kelas menengah ini memang tertekan,” ujar David. Ia menjelaskan, tekanan terhadap kelas menengah tercermin dari melemahnya pembelian barang-barang tahan lama (
durable goods) seperti mobil dan sepeda motor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah turun dari sekitar 57 juta orang sebelum pandemi menjadi sekitar 47 juta orang saat ini, atau berkurang sekitar 10 juta orang. “Kelompok atas relatif masih bagus dari sisi pendapatan, kelompok bawah terbantu insentif, tapi yang paling sulit justru kelas menengah,” katanya. David menambahkan, penurunan kelas menengah juga berdampak langsung terhadap penjualan kendaraan bermotor. Pasalnya, pembelian barang-barang durable sebagian besar ditopang oleh kelas menengah. “Orang berpendapatan sangat tinggi tidak mungkin membeli mobil dalam jumlah banyak. Sementara kelompok berpendapatan bawah juga terbatas. Jadi pembeli utama mobil itu kelas menengah. Itu sebabnya penjualan mobil kelihatannya akan sulit,” ujarnya. Selain konsumsi, tekanan juga terlihat dari sisi penyerapan tenaga kerja. David menyebut hal ini terlihat dari perusahaan-perusahaan emiten di bursa saham menunjukkan tren penurunan penyerapan tenaga kerja, terutama di sektor
community producing. Bahkan, ke depan kebutuhan tenaga kerja di sektor teknologi informasi dan komunikasi juga diperkirakan ikut menurun. Menurut David, kondisi ini perlu direspons dengan kebijakan yang bersifat lebih struktural, bukan sekadar stimulus jangka pendek. “Kebijakan yang sifatnya cash transfer atau berbasis perbankan itu sifatnya sementara. Harapannya ke depan ada kebijakan yang lebih struktural untuk memperkuat kelas menengah,” pungkasnya.
Baca Juga: Tekanan Kelas Menengah dan PHK Berisiko Lemahkan Konsumsi Rumah Tangga pada 2026 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News