Tekanan Makroekonomi dan Kasus Celsius Menyeret Bitcoin Terjun ke Area US$ 22.000



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi sosiopolitik global yang tidak menentu turut mengerek inflasi Amerika Serikat (AS) sebesar 8,6% yang merupakan rekor tertinggi sejak tahun 1981. Sebagai upaya untuk menekan laju inflasi, bank sentral AS atau Federal Reserve memberikan sinyal akan kembali menaikkan suku bunga. 

Research Analyst Zipmex Indonesia Fahmi Almutattaqin mengungkapkan, kondisi tersebut telah mengakibatkan  investor institusional cenderung beralih ke instrumen investasi yang dinilai berisiko lebih rendah. Hal ini berdampak pada penurunan permintaan pada aset berisiko, termasuk aset kripto yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan nilai pasar aset digital secara keseluruhan. 

Adapun, merujuk Coinmarketcap, harga Bitcoin pada hari ini, Selasa (14/6) 14.30 WIB berada di level US$ 22.315,11 atau turun 11,72% dalam 24 jam terakhir. Bahkan, dalam sepekan terakhir, koreksi Bitcoin sudah mencapai 24%.


Baca Juga: Pelaku Pasar Tengah Tidak Bergairah Berinvestasi di Aset Kripto, Bitcoin Terjungkal

Selain faktor makroekonomi, dia menyebut penurunan nilai pada aset kripto juga turut dipengaruhi oleh beberapa insiden dari segelintir pelaku industri kripto. Setelah terjadinya insiden pada stablecoin TerraUSD dan saudaranya Luna pada bulan Mei lalu, investor aset kripto kini diterpa krisis kepercayaan kembali 

“Teranyar adalah dibekukannya fitur penarikan dana di Celsius Network, sebuah platform digital yang memungkinkan penggunanya mengajukan pinjaman dengan aset kripto sebagai jaminan,” kata Fahmi dalam keterangan tertulis, Selasa (14/6).

Walaupun tengah berada dalam tekanan, Fahmi melihat terdapat sedikit secercah harapan. Hal ini terlihat dari jumlah wallet dengan kepemilikan lebih dari 10.000 Bitcoin yang tercatat mengalami kenaikan dalam beberapa minggu terakhir. Situasi tersebut mencerminkan posisi investor skala besar yang berada dalam posisi akumulasi mengingat data Coinbase Premium Index masih berada pada angka negatif. 

Baca Juga: Pasar Kripto Mulai Khawatir Setelah Celsius Network Membekukan Penarikan

Adapun, Coinbase Premium Index sendiri merupakan sebuah indeks yang kerap digunakan untuk menjadi penanda seberapa besar permintaan terhadap Bitcoin. Indeks di angka negatif menunjukkan keengganan investor asal Amerika Serikat untuk membeli Bitcoin pada harga premium.

Dia menyebut, harga aset kripto pada umumnya berkorelasi dengan jumlah wallet yang menyimpan Bitcoin dalam jumlah signifikan. Jika melihat data historikal, jumlah wallet dengan kategori ini mengalami penurunan terbesar di puncak harga Bitcoin pada 2021. Artinya, periode tersebut merupakan waktu di mana investor merealisasikan profit atas aset Bitcoin yang dimilikinya. 

Sementara itu, kenaikan jumlah wallet yang memiliki lebih dari 10.000 Bitcoin dalam beberapa minggu terakhir memberikan sinyal positif, karena kondisi ini mengindikasikan investor besar masih memiliki kepercayaan terhadap nilai Bitcoin. 

“Apalagi, projek-projek berbasis teknologi blockchain seperti NFT, DeFi, atau Play to Earn berkualitas tinggi yang baru dibangun pada tahun 2021 terpantau mulai menunjukkan progresnya di tahun 2022 dan berpotensi berkontribusi pada peningkatan nilai pasar secara keseluruhan,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati