KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah ditutup melemah pada awal pekan ini. Senin (24/3), rupiah spot ditutup melemah 0,39% ke Rp 16.568 per dolar Amerika Serikat (AS) dan di Jisdor melemah 0,36% ke Rp 16.561 per dolar AS. Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengatakan, awal pekan ini mengalami tekanan karena serangkaian faktor yang masih menjadi beban bagi rupiah. Para investor dengan hati-hati menunggu kejelasan tentang putaran tarif berikutnya dari Presiden AS, Donald Trump. "Ini memberi dorongan bagi penguatan dolar AS," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (24/3).
Trump menegaskan, rencana penerapan tarif timbal balik dan sektoral yang akan diberlakukan mulai 2 April 2025. Kebijakan ini diperkirakan akan memperburuk perang dagang global yang tengah berlangsung, sehingga meningkatkan kekhawatiran pasar dan memberikan tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.568 Per Dolar AS Hari Ini (24/3), Terburuk di Asia Di sisi lain, kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia, termasuk rencana pengeluaran besar untuk program sosial, turut menimbulkan kekhawatiran mengenai defisit anggaran dan pertumbuhan ekonomi. Misalnya, program makanan gratis senilai US$ 28 miliar per tahun menimbulkan kekhawatiran mengenai defisit anggaran dan stabilitas fiskal. Ditambah, penurunan pendapatan negara sebesar 20% pada awal tahun juga menambah tekanan pada rupiah. "Hal ini menyebabkan investor asing menarik dananya," paparnya. Dus, potensi penguatan dolar masih berlanjut. Sebab, beberapa katalis penting rilis, seperti GDP pada hari Kamis dan PCE di hari Jumat. Sementara itu, Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo bilang, kinerja dolar AS tetap menjadi faktor utama penekan rupiah. "Kekuatan dolar AS sering kali memberikan tekanan pada mata uang negara berkembang. Baca Juga: Rupiah Terus Tertekan ke Level Rp 16.575 Selepas Tengah Hari (24/3), Ini Sebabnya Selain itu, perang tarif, konflik di Timur Tengah, dan perdamaian Rusia-Ukraina yang tak kunjung tercapai, serta rilis data ekonomi dari negara-negara ekonomi utama terus memengaruhi kepercayaan investor. Alhasil, tekanan pada rupiah belum mereda.