KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham emiten yang bergelut di bisnis komoditas nikel masih berfluktuasi kencang. Sempat kompak menanjak pada perdagangan Selasa (14/1), mayoritas harga saham emiten nikel kembali merosot pada Rabu (15/1). Equity Research Analyst Panin Sekuritas Rizal Nur Rafly memprediksi pasar nikel masih menghadapi tekanan kelebihan pasokan
(oversupply) pada awal tahun 2025. Harapan muncul dari kabar yang tersiar, bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memangkas kuota penambangan nikel menjadi sekitar 150 juta ton pada tahun ini. Jumlah itu turun signifikan dibandingkan kuota pada tahun 2024 sebesar 272 juta ton. Penurunan kuota produksi bijih nikel dari Indonesia diproyeksikan bisa memangkas hingga 35% pasokan global, sehingga dapat menjadi katalis yang mengerek harga nikel.
Hanya saja, komoditas nikel belum lepas dari tekanan. Rizal menyoroti prospek nikel juga terbebani oleh peningkatan proyek peleburan nikel di Indonesia oleh perusahaan-perusahaan China. Kemudian, ada adopsi teknologi baru di industri baterai China yang mengurangi ketergantungan pada nikel.
Baca Juga: IHSG Masih Berpotensi Menguat Kamis (16/1), Cermati Saham Berikut "Dengan kondisi ini, permintaan nikel diperkirakan lemah, terutama di sektor baterai, sehingga prospek harga nikel cenderung masih tertekan pada kuartal I-2025," terang Rizal kepada Kontan.co.id, Rabu (15/1). Analis Indo Premier Sekuritas Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan juga masih menyematkan outlook yang
bearish terhadap harga nikel. Ryan dan Reggie menilai nikel sedang kekurangan katalis. Apalagi, pasca kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), narasi pasar bergeser. Dari semula pada logam terkait kendaraan listrik alias Electric Vehicle (EV) dan energi terbarukan, kembali ke aset yang berhubungan dengan bahan bakar fosil. Selain itu, ada kekhawatiran terhadap pengenaan tarif dari pemerintahan Trump, serta penguatan dolar AS yang bisa menekan kinerja komoditas logam. Sementara itu, Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas Muhammad Thoriq Fadilla memperkirakan harga nikel global akan mengalami kenaikan secara moderat pada tahun ini. Pasar menantikan langkah strategis dari pemerintah Indonesia mengenai pengurangan kuota produksi bijih nikel.
Baca Juga: Rupiah Melemah, Tertekan Kekhawatiran Inflasi AS dan Pemangkasan BI Rate Sebagai produsen nikel terbesar di dunia, langkah itu bisa menjaga keseimbangan pasar dan memulihkan harga nikel. "Pengurangan pasokan tidak hanya mengurangi risiko overhang di pasar global, tetapi juga mendukung stabilitas harga, yang penting bagi ekonomi," kata Thoriq. Selain itu, pemerintah juga ingin memperkuat dukungan terhadap proyek hilirisasi. Mulai dari dorongan kepada perbankan untuk mendukung pembiayaan proyek hilirisasi hingga membuka opsi penggunaan Anggara Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendukung hilirisasi. Menurut Thoriq, dorongan terhadap proyek hilirisasi ini bisa memberikan nilai tambah signifikan bagi komoditas nikel Indonesia. "Prospek kinerja dan harga saham emiten nikel dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan pemerintah, permintaan global, dan fluktuasi harga komoditas," ungkap Thoriq. Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer sepakat, kebijakan pemerintah terhadap produksi dan hilirisasi akan menjadi katalis penting bagi pasar dan harga nikel. Dari faktor eksternal, perlambatan ekonomi global yang masih membayangi akan menjadi sentimen pembawa volatilitas harga. Miftahul pun menyarankan pelaku pasar untuk selektif memilih saham nikel. Miftahul menjagokan saham PT Vale Indonesia Tbk (
INCO) yang sudah memunculkan sinyal
buy dengan memperhatikan
support di Rp 3.510 dan target harga pada area Rp 3.970-Rp 3.990.
Baca Juga: Keputusan BI Pangkas Suku Bunga Mendongkrak IHSG ke Level 7.000 Sedangkan Rizal menyarankan agar pelaku pasar mempertimbangkan strategi trading jangka pendek memanfaatkan sentimen dari rencana pemangkasan kuota produksi di Indonesia. Sedangkan untuk jangka panjang, Rizal memilih emiten dengan diversifikasi produk atau yang sedang menggelar ekspansi ke segmen bernilai tambah. Rizal menyodorkan saham INCO untuk target harga Rp 4.000. Sementara itu, Thoriq menyarankan
buy on weakness saham INCO pada area Rp 3.550-Rp 3.600 untuk target harga Rp 3.950. Selain itu, Thoriq merekomendasikan saham PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) dengan target harga Rp 1.630. ANTM juga menjadi pilihan Ryan dan Reggie untuk target harga Rp 2.000 per saham. Sedangkan Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah Budiman melirik saham PT Central Omega Resources Tbk (
DKFT).
Catatan Fath saat ini DKFT masih berada pada fase konsolidasi setelah mengalami rally dari Oktober 2024.
Support terdekat DKFT berada pada level Rp 190 dengan
resistance di level Rp 250 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati