Tekanan reda, RI bisa tumbuh 5,4%



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengumumkan tekanan global terhadap perekonomian nasional mulai mereda. Ini akan memberi kesempatan bagi pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%-5,8%. Namun, bank sentral lebih optimistis bahwa ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan tumbuh 5,4%.

Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Selasa (14/4), BI menyatakan, luruhnya tekanan global datang dari Amerika Serikat (AS). BI memperkirakan bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) akan lebih lambat menaikkan suku bunga karena data ekonomi AS kurang memuaskan.

Awalnya, kenaikan suku bunga diperkirakan berlangsung pada kuartal II atau III tahun ini, tapi kemungkinan mundur hingga kuartal IV. Selain itu, kenaikan suku bunga The Fed juga hanya akan kecil, sehingga tak akan berpengaruh signifikan terhadap dana asing di Indonesia.   


Selain itu, ekonomi Eropa akan bergerak membaik. Kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB) membeli aset mendorong kembali dana asing masuk ke Indonesia. Di pasar modal, dana asing yang keluar sepanjang Maret 2015 mencapai Rp 5,43 triliun, sedangkan April ini sudah masuk sebesar Rp 325,88 miliar.

BI mencatat aliran modal masuk portofolio asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia hingga Maret mencapai US$ 3,5 miliar.

Nilai tukar rupiah sejak awal April bisa menguat dan keluar dari zona Rp 13.000 per dollar AS, tak seperti bulan Maret yang kerap di atas Rp 13.000. Berdasarkan kurs tengah BI, Selasa (14/4), rupiah berada di level Rp 12.979. "Tekanan pada rupiah mereda dan mengalami penguatan sejak pertengahan Maret pasca pertemuan Federal Open Market Committee AS," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, Selasa kemarin (14/4).

Hanya saja, apresiasi positif ini tidak membuat BI lantas menurunkan suku bunganya. Dalam Rapat Dewan Gubernur BI kemarin (14/4), diputuskan BI rate tetap 7,5%. Begitu juga suku bunga deposit facility dan lending facility tetap pada level masing-masing 5,5% dan 8%. Alasannya, kebijakan ini demi mencapai inflasi 4% plus minus 1% pada 2015 dan 2016 serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat 2,5%-3% terhadap PDB.

Belanja infrastruktur

Kini, dengan tekanan yang mereda, kunci utama pertumbuhan ekonomi nasional ada di tangan pemerintah. Bagi BI, masih ada harapan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini mencapai batas atas, 5,7%, seperti target pemerintah di APBNP 2015.

Tapi pemerintah harus bekerja keras mendorong kegiatan investasi. Saat ini, pertumbuhan investasi masih tertahan namun berpotensi meningkat di triwulan II dan triwulan selanjutnya.

Realisasi proyek pemerintah ini akan mendukung konsumsi masyarakat. "Pencapaian pertumbuhan tahun ini akan dipengaruhi seberapa besar dan cepat realisasi proyek infrastruktur pemerintah," terang Tirta.

Pemerintah juga harus menjaga inflasi tetap stabil. Tahun ini, risiko yang bisa mendongkrak inflasi adalah pasokan bahan pangan serta harga yang diatur pemerintah. Pemerintah harus mengendalikan dua hal itu.

Ekonom Senior UOB Group Ho Woei Chen menilai  BI terlalu optimistis dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya ekonomi RI tahun ini hanya akan tumbuh 5%. Harga komoditi yang rendah menjadi salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie