Tekanan Rupiah Masih Membayangi Hingga Akhir Tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurs rupiah diperkirakan masih akan tertekan di akhir tahun ini dan baru terapresiasi di awal tahun depan.

Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, rupiah masih akan tertekan seiring fundamental Amerika Serikat (AS) yang baik di kuartal III 2023 lalu. Ia menerangkan, dalam Federal Open Market Committee (FOMC) pekan kedua Desember arahnya akan less hawkish yang mengindikasikan suku bunga saat ini sudah cukup untuk menurunkan inflasi AS.

"Namun, PR-nya dari data tenaga kerja. Sebab, target AS adalah inflasi yang terjaga dengan full employment yang naik," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (1/12).


Sementara dari dalam negeri, neraca transaksi berjalan (current account) masih menjadi pertanyaan apakah bisa kembali surplus. Pada kuartal III 2023, transaksi berjalan Indonesia mencatatkan defisit sebesar US$ 0,86 miliar atau setara dengan -0,25% dari PDB.

Selain itu daya tarik aset portofolio, mengingat spread yield antara SUN dengan US Treasury saat ini belum terlalu tinggi, berada di 200 basis poin dan juga volatilitas rupiah yang cukup tinggi. "Jadi mungkin dana asing yang masuk ke Indonesia relatif terbatas," jelasnya.

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Menguat pada Senin (4/12), Simak Sentimennya

Dus, Fikri memproyeksikan rupiah akan berada dikisaran Rp 15.500 - Rp 15.600 per dolar AS. Adapun per Jumat (1/12), rupiah di level Rp 15.485 per dolar AS.

Untuk awal tahun depan, rupiah berpotensi lebih baik. Menurut Fikri, kunci terapresiasinya rupiah bergantung pada hasil FOMC.

Menurutnya, apabila hasilnya dovish atau terbuka penurunan suku bunga lebih cepat, maka yield US Treasury bisa turun lebih cepat. Sementara untuk SUN dilihatnya bisa tertahan atau jika turun, tidak akan sebesar UST sehingga harapannya membuka ruang yield spread antara SUN dan US Treasury lebih lebar dan bisa mendorong masuknya dana asing.

Selain itu di kuartal IV ini, dari sektor riil juga baru akan ada transaksi berjalan surplus seiring dengan trade surplus yang membaik. Hasil itu (terapresiasinya rupiah), ia nilai baru akan dirasakan pada Februari atau Maret 2024.

"Dengan catatan situasi gepolitik global dan politik dalam negeri tensinya tidak terlalu panas dan mempengaruhi risiko di pasar modal," kata Fikri.

Apabila tercapai, Fikri memproyeksikan rupiah di kuartal I 2024 akan berada direntang Rp 15.300 - Rp 15.400 per dolar AS. Optimisme itu juga didorong kuartal 2024 terdapat momentum Lebaran yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Baca Juga: Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS Pada Perdagangan Pekan Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat