JAKARTA. Setiap tahun, triwulan II adalah periode waspada terhadap stabilitas makro ekonomi. Di periode ini, current account deficit (CAD) atawa defisit transaksi berjalan diperkirakan bakal membengkak karena repatriasi aset atau dividen berikut pembayaran utang luar negeri (ULN) jatuh tempo. Berbagai tekanan tersebut akan membuat nilai tukar rupiah tertekan. Tahun lalu, CAD di triwulan kedua mencapai US$ 8,94 miliar atau 3,97% dari produk domestik bruto (PDB). Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter perlu serius mengantisipasi risiko tersebut. Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) Agustinus Prasetyantoko mengatakan, risiko besar yang terjadi pada Mei dan Juni adalah problem struktural. Karena banyak perusahaan asing yang membayar dividen ke luar negeri, sehingga sulit jika ditimpakan pada sisi moneter saja.
Tekanan terhadap rupiah sulit dihindari
JAKARTA. Setiap tahun, triwulan II adalah periode waspada terhadap stabilitas makro ekonomi. Di periode ini, current account deficit (CAD) atawa defisit transaksi berjalan diperkirakan bakal membengkak karena repatriasi aset atau dividen berikut pembayaran utang luar negeri (ULN) jatuh tempo. Berbagai tekanan tersebut akan membuat nilai tukar rupiah tertekan. Tahun lalu, CAD di triwulan kedua mencapai US$ 8,94 miliar atau 3,97% dari produk domestik bruto (PDB). Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter perlu serius mengantisipasi risiko tersebut. Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) Agustinus Prasetyantoko mengatakan, risiko besar yang terjadi pada Mei dan Juni adalah problem struktural. Karena banyak perusahaan asing yang membayar dividen ke luar negeri, sehingga sulit jika ditimpakan pada sisi moneter saja.