KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Antisipasi terhadap perubahan-perubahan besar di industri jasa keuangan yang terjadi di tengah perkembangan teknologi dinilai menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke depan. Oleh karena itu, calon dewan komisioner diharapkan harus visioner dan bisa melihat lebih jauh ke depan. Jangan sampai aturan-aturan yang digodok selalu datang terlambat dari perubahan-perubahan yang ada. Pakar hukum
fintech Chandra Kusuma berharap Komisioner OJK yang nanti terpilih dapat meningkatkan secara masif fungsi penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (Litbangjirap) di masing-masing kompartemen dalam lembaga tersebut.
Hal tersebut dinilai perlu untuk mendukung pelaksanaan tupoksi pengaturan dan perumusan kebijakan di sektor jasa keuangan, termasuk pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan.
Baca Juga: Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi Meningkat pada Februari 2022 Dia bilang, perumusan peraturan harus memiliki fundamental hukum, data, riset dan
cross-border regulatory benchmarking yang kuat dengan analisa
use cases dari berbagai negara yang relevan sehingga tidak hanya memberi kepastian hukum dan menghindari multitafsir atau ambiguitas ketentuan, namun juga harus memperhitungkan preseden global dan
international best practices yang dinamis. "Tentunya dengan tetap berkiblat pada kepentingan negara serta konsumen dan mempertimbangkan ekonomi makro, sektor riil dalam negeri, nilai sosial budaya dan kaidah hukum Indonesia," ujar Chandra dalam keterangannya, Rabu (17/3). Komisaris Finpedia dan Direktur Digiscore tersebut menyebut, OJK dapat mengkaji terkait industri
fintech dan membandingkan secara berkala tentang aspek pengawasan, pembinaan dan penindakan terhadap perusahaan
fintech yang dilakukan di India, Amerika, Inggris, China hingga Hongkong.
“Bahkan ke hal yang lebih teknis seperti manajemen resiko,
anti-fraud, perlindungan konsumen,
cybersecurity standard protocol hingga penyelesaian sengketa kita juga bisa analisa. Banyak contoh preseden serta kasus riil yang bisa kita kaji dalam wujud riset dan
benchmarking dalam rangka mendukung formulasi peraturan dan kebijakan OJK yang efektif,” katanya.
Baca Juga: HSBC Salurkan Pembiayaan Ramah Lingkungan Rp 27 miliar ke Eco Paper Indonesia Oleh karena itu, kata Chandra, pimpinan OJK yang terpilih perlu memahami pentingnya membangun sinergi kelembagaan di dalam negeri dan di luar negeri, baik secara G2G (
Government-to-Government) maupun G2A (
Government-to-Association). Contohnya, OJK bisa bekerja sama dengan otoritas pengawasan setara OJK di negara-negara tersebut dalam konteks
knowledge transfer, regulatory research support dan
mutual benchmarking serta termasuk juga kolaborasi pengawasan dan pengaduan, untuk mengawasi dan melapor ke satu sama lain terkait potensi
market entry investor asing yang punya
track record, kredibilitas dan integritas yang meragukan bahkan buruk di negara asalnya.
Editor: Tendi Mahadi