Tekstil minta tarif listrik turun 10%-15%



JAKARTA. Industri tekstil menyambut positif keputusan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menurunkan tarif listrik 12 golongan tarif non subsidi mulai Februari 2016. Penurunan tarif diharapkan bisa menjadi stimulus bagi industri tekstil untuk meningkatkan daya saing mereka.

Ade Sudrajat Usman, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan, penurunan tarif listrik berpengaruh besar bagi industri tekstil. Sebab, produksi tekstil dan bahan baku tekstil mengandalkan listrik untuk produksi. "Kami harap penurunan tarif lebih dari Rp 100 per kwh, jika hanya Rp 100 per kwh saja, maka tak berpengaruh apa-apa bagi kami," kata Ade kepada KONTAN, Senin (25/1).

Menurut Ade, penurunan tarif listrik sudah lama dinantikan pelaku industri tekstil, menyusul turunnya harga minyak dunia dan penurunan harga batubara. Dalam hitungan Ade, penurunan tarif listrik bulan Februari nanti seharusnya bisa lebih dari 10% atau bisa turun sekitar Rp 150 – Rp 200 per kwh.


Sebagai informasi, Januari 2016 lalu, PLN menurunkan tarif listrik untuk 12 golongan sebesar Rp 100 per kwh, atau turun dari Rp 1.509,38 per kwh di Desember 2015 menjadi Rp 1.409,16 per kwh di Januari 2015.

Penurunan tarif listrik juga diidam-idamkan Anas Bahfen, Direktur PT Asia Pacific Investama Tbk yang sebelumnya bernama PT APAC Citra Centertex Tbk. Manajemen perusahaan tekstil ini juga meminta PLN menurunkan tarif listrik agar beban produksi mereka berkurang. "Listrik itu main cost bagi kami," kata Anas.  

Anas menilai, penurunan tarif listrik seyogianya dilakukan PLN karena biaya produksi listrik PLN turun karena harga minyak dan batubara turun. "Tarif listrik naik tajam jika harga minyak dunia naik. Namun saat minyak dunia turun drastis, penurunan tarif listrik cuma Rp 100 per kwh," kritik Anas.

Berbeda dengan Ade, emiten berkode saham MYTX di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini mengusulkan penurunan tarif listrik bulan Februari 2016 sebesar 15%. "Minimal penurunan tarif listrik Rp 300 per kwh," kata Anas.

Merujuk laporan keuangan MYTX, pada kuartal III-2015, pengeluaran listrik naik 9% menjadi US$ 44,2 juta ketimbang pengeluaran periode yang sama tahun 2014 senilai Rp 40,6 miliar. Beban listrik MYTX ini mencapai 41% dari total beban akrual MYTX yang tercatat senilai Rp 92,6 miliar di kuartal III-2015.

Hilir tak terpengaruh

Berbeda dengan kondisi hilir tekstil. Fitri Ratnasari Hartono, Direktur PT Pan Brothers Tbk menilai, perusahaan hilir tekstil yang memproduksi pakaian jadi tak terpengaruh banyak dengan penurunan tarif listrik. "Penggunaan listrik bagi industri garmen hanya 1%, dari beban produksi," kata Fitri.

Adapun beban utama produsen pakaian jadi ini berasal dari tenaga kerja. Adapun biaya listrik yang masuk dalam komponen beban pabrikasi ini menempati urutan kedua.

Dalam laporan keuangan emiten berkode PBRX ini, beban pabrikasi tercatat US$ 34,8 juta di kuartal III 2015, naik 37% ketimbang periode sama di 2014 senilai US$ 25,3 juta. Jika biaya listrik itu 1%, maka biaya listrik yang dikeluarkan PBRX sekitar US$ 348.000 di kuartal III-2015.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie