Telegram bentuk tim khusus Indonesia



JAKARTA. Penyedia layanan chatting Telegram akhirnya membentuk tim moderator yang mengerti dengan kebudayaan dan bahasa Indonesia. Tujuannya, agar Telegram cepat menghapus konten terkait terorisme.

Hal ini dikatakan oleh pendiri Telegram Pavel Durov pada Minggu (16/7), setelah pemerintah Indonesia akhir pekan lalu mengancam akan memblokir penuh seluruh layanan Telegram.

Seperti dikutip dari Washington Post, Durov yang juga CEO Telegram, mengaku tak sadar dengan permintaan pemerintah RI untuk memblokir beberapa domain telegram yang dianggap menyinggung, seperti terorisme dan radikalisme. Namun, kini mereka berbenah.


Durov mengatakan, Telegram sudah memblokir channel-channel yang dilaporkan pemerintah Indonesia.

"Kami membentuk tim moderator yang berdedikasi dengan pengetahuan tentang budaya dan bahasa Indonesia agar bisa memproses laporan konten yang berhubungan dengan teroris lebih cepat dan akurat," katanya.

Durov mengatakan, selama ini dia dan timnya telah menghapus ribuan channel terkait ISIS. "Kami terbuka agar lebih baik lagi," katanya.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada Jumat mengatakan akan memblokir penuh Telegram jika tidak memenuhi prosedur penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kemenkominfo menemukan muatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam konten percakapan di Telegram. Sistem enkripsi yang kuat diduga menjadi alasan kelompok terorisme menyukai layanan chat Telegram.

Pemerintah pun meminta penyedia internet memblokir 11 domain name system (DNS) website Telegram akhir pekan lalu.

Seperti dikutip Kompas.com, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Rudiantara, langkah ini diambil lantaran pemerintah sudah menghubungi Telegram berkali-kali tapi tak ada respons.

Editor: Sanny Cicilia