Telekomunikasi tersandera rupiah



JAKARTA. Emiten sektor telekomunikasi kian sulit menaikkan kinerjanya. Dari sejumlah emiten telekomunikasi yang sudah merilis laporan keuangan tahun lalu, hanya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang membukukan kenaikan laba bersih.

Laba bersih TLKM tahun lalu naik 10,58 % menjadi Rp 14,2 triliun. Ini ditunjang oleh pertumbuhan pendapatan TLKM yang naik 7,54% menjadi Rp 82,96 triliun.

Sementara PT Indosat Tbk (ISAT) justru membukukan rugi bersih Rp 2,78 triliun di 2013 meskipun pendapatan naik 6,4% menjadi Rp 23,9 triliun. Padahal pada tahun 2012 ISAT masih bisa mendapat laba bersih Rp 375,1 miliar.


Kinerja PT XL Axiata (EXCL) juga merosot meski tak sampai merugi. Tahun lalu, laba bersih EXCL anjlok 63% menjadi Rp 1,03 triliun. Pendapatan EXCL pun hanya tumbuh 0,35% menjadi Rp 21,35 triliun.

Analis Ciptadana Securities, Triwira Juniarta Tjandra bilang, sektor telekomunikasi sulit ditebak. Ini karena industrinya sudah matang (mature). Meski demikian, sektor telekomunikasi termasuk sektor yang defensif.

Menurut Triwira, sektor telekomunikasi sangat bergantung pada perkembangan teknologi. Komunikasi tidak lagi terbatas pada suara dan pesan singkat (SMS). "Pemakaian telepon dan SMS menurun karena banyak beralih ke data," kata dia. Emiten telekomunikasi juga masih dibayangi hantu perang tarif, meski sekarang tidak seketat tahun 2007 silam.

Raymond Budiman, analis Panin Sekuritas menambahkan, perkembangan teknologi membuat layanan komunikasi dalam bentuk data seperti Whatsapp, Line, Kakaotalk, Blackberry Messenger, dan sebagainya mendominasi proses komunikasi. "Secara tarif lebih murah," ujar dia. Akibatnya, kinerja emiten telekomunikasi ikut menurun.

Padahal, jika ingin tetap bertumbuh, emiten telekomunikasi harus terus berekspansi dengan menambah dan memperluas jaringan telekomunikasi. Tak ayal, kebutuhan belanja modal alias capital expenditure (capex) emiten sektor telekomunikasi pun terus meningkat.

Namun, lantaran kurs rupiah melemah terhadap dollar AS membuat emiten telekomunikasi berpikir ulang untuk menggenjot ekspansi. Maklum, rata-rata capex emiten telekomunikasi menggunakan dollar AS.

Tak heran, anggaran belanja modal emiten telekomunikasi pada tahun ini tidak setinggi tahun lalu. ISAT, misalnya, hanya menganggarkan belanja modal yang sama dengan tahun lalu yakni Rp 8 triliun.

Demikian juga dengan TLKM yang hanya menganggarkan belanja modal sama dengan tahun lalu, yakni Rp 17,82 triliun-Rp 22,28 triliun. Sementara, EXCL justru berencana memotong capex tahun ini sebesar 30% dari tahun lalu yang sebesar Rp 8 triliun–Rp 9 triliun. Ini karena kebutuhan sites baru untuk meningkatkan kapasitas jaringan akan dikurangi. Maklum, EXCL akan memiliki tambahan spektrum dari PT Axis Telecom. "Prospek emiten memang masih cenderung wait and see terkait nilai tukar rupiah," imbuh Raymond.

Analis menilai, emiten telekomunikasi tak ingin terus tertekan rugi selisih kurs. ISAT, ambil contoh, di tahun lalu menderita rugi selisih kurs Rp 2,78 triliun naik 274,3% dari tahun sebelumnya. Pun EXCL, tahun lalu menderita rugi selisih kurs mencapai Rp 1,04 triliun, atau naik 45,17% .

Meski demikian, Raymond yakin, kinerja emiten telekomunikasi masih berpeluang tumbuh di tahun ini. Dia memperkirakan, pertumbuhan pendapatan emiten sektor telekomunikasi masih akan naik sebesar 8%–10%.

Sedangkan Triwira memperkirakan, pendapatan sektor telekomunikasi masih bisa tumbuh 6% sampai 7% pada tahun ini.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana