KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menelisk transaksi mencurigakan alias janggal dengan total nilai Rp 349 triliun. Dari jumlah tersebut, transaksi janggal yang tengah didalami diantaranya sejumlah Rp 189 triliun terkait kasus importasi emas. Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo menjelaskan, terkait transaksi Rp 189 triliun, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah meminta penjelasan dari 36 pihak dan telah mendatangi 4 kota. Meski begitu, Sugeng tidak menjelaskan 4 kota mana saja yang didatangi. "Tadi kami diskusikan, konsen selama ini tentang pemberitaan yang berhubungan dengan transaksi senilai Rp 189 triliun," ujar Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo dalam konferensi pers, Senin (10/7).
Sugeng memastikan, transaksi Rp 189 triliun tidak terkait dengan penyidikan perkara komoditas emas yang saat ini dilakukan Kejaksaan Agung. Satgas juga mendalami apakah ada dugaan tindak pidana asal terkait penambangan ilegal (illegal mining). Sugeng menyatakan, Satgas bersama dengan kementerian/lembaga akan terus mengawal penyelesaian seluruh laporan hasil analisis (LHA), laporan hasil pemeriksaan (LHP) maupun informasi yang sudah diserahkan. Baik kepada jajaran kementerian keuangan maupun aparat penegak hukum (APH). "Terkait berapa persentase, Satgas menginginkan semuanya kita selesaikan. Kemudian dari penyelesaian itu berapa yang jadi perkara, tentu itu jadi kewenangan aparat penegak hukum," jelas Sugeng.
Baca Juga: Satgas TPPU Tegaskan Komitmen untuk Mengusut Transaksi Janggal Rp 349 Triliun Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara buka suara terkait pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD atas dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ekspor emas senilai Rp 189 triliun. Menurutnya, temuan tersebut sebenarnya bermula pada 2016 saat Bea dan Cukai melakukan pencegahan atas ekspor logam mulia. Pencegahan tersebut dilakukan lantaran eksportir mengaku yang diekspor merupakan perhiasan, yang nyatanya adalah ingot emas seberat 218 kilogram dengan nilai US$ 6,8 juta. "Kemudian Bea dan Cukai mendalai (kasus ini) dan ada potensi tindak pidana kepabeanan, maka ditindaklanjuti dengan penelitian, penyidikan, bahkan sampai ke pengadilan,” tutur Suahasil dalam media briefing, 31 Maret 2023 lalu. Berkas-berkas kasus ini kemudian telah dinyatakan P21 dan siap dibawa ke pengadilan. Sayangnya, Bea dan Cukai kalah atas gugatan tersebut, sebab pengadilan merasa tidak ada unsur tindak pidana di bidang kepabeanan. Setelah kalah, Bea dan Cukai kemudian mengajukan kasasi, dan memenangkan atas perkara tersebut. Namun, setelahnya pihak eksportir tersebut mengajukan peninjauan kembali (PK) ke pengadilan dan pada akhirnya pengadilan menetapkan Bea Cukai kembali kalah dan dianggap tidak terbukti tindak pidananya. “Ketika tindak pidana asalnya tidak terbukti oleh pengadilan TPPU enggak maju pada 2019. Tapi perkaranya ini dari 2016 sampai 2019. Dari periode itu ada berbagai macam pertukaran data yang dilakukan dalam diskusi, rapat, antara Kemenkeu dan PPATK yang ada nama Pak Heru Pambudi (Sekjen Kemenkeu) disebut terima data itu,” kata Suahasil. Dalam proses penindakan kasus tersebut, sebetulnya Bea Cukai dan PPATK telah melakukan gelar perkara dan diskusi mendalam untuk merespons hasil putusan pengadilan itu. Akan tetapi, pada 2020, ditemukan lagi kejadian serupa dengan modus yang sama pada 2016. Alhasil, tim dari Bea Cukai dan PPATK sepakat untuk mencari celah hukumnya di bidang pajak. Akibatnya, kasus ini diserahkan juga ke tim penyidik Ditjen Pajak dan dilakukan pemeriksaan bukti permulaan ke tiga wajib pajak, serta pengawasan terhadap tujuh wajib pajak.
Hasil dari upaya itu, didapati nilai penerimaan pajak yang diperoleh terkait dengan informasi hasil pemeriksaan PPATK tersebut senilai Rp 16,8 miliar dan mencegah restitusi senilai Rp 1,6 miliar. Maka, ia menegaskan, tidak ada perbuatan pembiaran oleh Bea Cukai terkait kasus ini dan melibatkan internal bea cukai sehingga kasus ini gagal di pengadilan. “Hingga saat ini nilai penerimaan pajak yang dihasilkan terkait dengan informasi hasil pemeriksaan PPATK tersebut senilai Rp 16,8 miliar dan mencegah restitusi senilai Rp 1,6 miliar,” ujar Suahasil.
Baca Juga: KPK Ungkap 16 Pegawai Kemenkeu Terlibat TPPU, Mahfud MD: Bagi yang Masih Bertanya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat