JAKARTA. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) selaku pemegang merek Flexi dan Esia belum melaporkan secara resmi rencana perkawinan dua merek tersebut kepada Ditjen Postel Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo)."Sampai saat ini belum ada pemberitahuan resmi atas rencana tersebut ke kami," kata Dirjen Postel Muhammad Budi Setiawan, Senin (25/10). Budi mengaku hanya mendengarnya dari media massa yang ramai menulis mengenai hal tersebut.Menurut Budi, rencana merger dua merek dagang operator selular seperti itu bukan tanpa syarat. Salah satu syaratnya adalah mengembalikan alokasi bandwith ke pemerintah."Jika merger terjadi, jangan dipikir nantinya memiliki alokasi bandwitdh 10 MHz. Mereka wajib mengembalikan kanal yang dikuasai dan pemerintah akan menentukan jumlah ideal yang nantinya mereka dapat karena kami anggap itu entitas baru," jelasnya. Sekedar informasi, setiap operator selular di Indonesia diberikan jatah bandwith sebesar 5 MHz yang terdiri dari 4 kanal berkapasitas masing-masing 1,25 MHz dari pemerintah. Budi juga mengaku instansinya tengah menggodok Peraturan Menteri tentang Penggabungan, Konsolidasi dan Akuisisi (PKA) di industri telekomunikasi. Dimana salah satu ketentuan yang akan masuk bakal beleid itu adalah pengembalian frekuensi oleh pihak yang akan melakukan PKA."Aturan ini dibutuhkan karena fenomena konsolidasi diantara operator semakin mendekati kenyataan. Sebagai lembaga teknis, Postel harus menjaga aset negara yang dipegang operator seperti frekuensi dan penomoran. Selain itu, kami ingin mencegah terjadinya monopoli di pasar," tegasnya.Menurutnya meskipun aksi PKA merupakan kegiatan bisnis, namun Ditjen Postel wajib mengantisipasi adanya perdagangan aset negara yang dikuasai operator seperti frekuensi tersebut.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Telkom dan BTEL belum laporkan perkawinan Flexi-Esia
JAKARTA. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) selaku pemegang merek Flexi dan Esia belum melaporkan secara resmi rencana perkawinan dua merek tersebut kepada Ditjen Postel Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo)."Sampai saat ini belum ada pemberitahuan resmi atas rencana tersebut ke kami," kata Dirjen Postel Muhammad Budi Setiawan, Senin (25/10). Budi mengaku hanya mendengarnya dari media massa yang ramai menulis mengenai hal tersebut.Menurut Budi, rencana merger dua merek dagang operator selular seperti itu bukan tanpa syarat. Salah satu syaratnya adalah mengembalikan alokasi bandwith ke pemerintah."Jika merger terjadi, jangan dipikir nantinya memiliki alokasi bandwitdh 10 MHz. Mereka wajib mengembalikan kanal yang dikuasai dan pemerintah akan menentukan jumlah ideal yang nantinya mereka dapat karena kami anggap itu entitas baru," jelasnya. Sekedar informasi, setiap operator selular di Indonesia diberikan jatah bandwith sebesar 5 MHz yang terdiri dari 4 kanal berkapasitas masing-masing 1,25 MHz dari pemerintah. Budi juga mengaku instansinya tengah menggodok Peraturan Menteri tentang Penggabungan, Konsolidasi dan Akuisisi (PKA) di industri telekomunikasi. Dimana salah satu ketentuan yang akan masuk bakal beleid itu adalah pengembalian frekuensi oleh pihak yang akan melakukan PKA."Aturan ini dibutuhkan karena fenomena konsolidasi diantara operator semakin mendekati kenyataan. Sebagai lembaga teknis, Postel harus menjaga aset negara yang dipegang operator seperti frekuensi dan penomoran. Selain itu, kami ingin mencegah terjadinya monopoli di pasar," tegasnya.Menurutnya meskipun aksi PKA merupakan kegiatan bisnis, namun Ditjen Postel wajib mengantisipasi adanya perdagangan aset negara yang dikuasai operator seperti frekuensi tersebut.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News