Telkomsel minta kurator tak hambat binisnya



JAKARTA. Setelah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, PT Telkom Seluler (Telkomsel) harus siap dengan konsekuensinya, di mana nantinya semua aktivitas bisnis yang akan dilakukan harus atas persetujuan kurator. Pasalnya, berdasarkan Undang-undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pemegang Utang, setelah putusan pailit dibacakan, kurator harus bertanggungjawab terhadap aset Telkomsel. Kuasa hukum Telkomsel Ricardo Simanjuntak menjelaskan, selanjutnya setiap perjanjian yang akan dibuat oleh Telkomsel harus ditandatangani oleh kurator. Namun ia yakin, kalau ketentuan itu tidak akan menghambat pelaksanaan bisnis salah satu perusahaan operator seluler terbesar di tanah air itu. "Aturannya memang begitu, tetapi kurator bisa saja memberikan kewenangan kepada direksi saat ini untuk tetap melaksanakan tugasnya seperti biasa," kata Ricardo. Ia menjelaskan, Telkomsel memiliki kantor cabang yang sangat banyak, oleh karena itu kurator masih membutuhkan peran manajemen dalam menjalankan bisnisnya. Oleh karenanya, semua itu akan dibicarakan kepada kurator. Adapun rencananya, Telkomsel akan kembali bertemu dengan kurator pada rapat kreditur yang akan diselenggarakan pada 10 Oktober mendatang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Rapat kreditur ini menurut Ricardo diperkirakan akan memakan waktu hingga 60 hari lebih. Dalam rapat kreditur juga akan dibicarakan mengenai pengelolaan aset hingga kemungkinan perdamaian antara Telkomsel dengan para krediturnya, PT Prima Jaya Informatika, dan PT Extenct Extenxt Media Indonesia. Adapun sebelumnya, Telkomsel digugat pailit oleh Prima Jaya, karena dituding telah memiliki utang sebesar Rp 5,3 miliar. Atas gugatan tersebut hakim mengabulkannya, dan Telkomsel dinyatakan pailit. Dalam pertimbangan hakim diketahui, utang itu berasal dari perjanjian kerjasama antara Prima Jaya dengan Telkomsel. Ceritanya, Telkomsel menunjuk Prima Jaya mendistribusikan kartu prima voucher isi ulang dan kartu pradana pra bayar. Adapun jumlah voucher yang harus didistribusikan Prima Jaya mencapai 120 juta lembar, yang terdiri dari voucher isi ulang seharga Rp 25.000 per lembar dan yang Rp 50.000 per lembar. Perjanjian itu dibuat sejak tanggal 1 Juni 2011 untuk jangka waktu dua tahun. Kerjasama itu kandas di tengah jalan. Prima Jaya menuding Telkomsel menghentikan pendistribusian kartu prabayar tersebut sejak 21 Juni 2012 lalu. Padahal Prima Jaya sudah mengirimkan dua kali pemesanan supaya voucher tersebut dikirimkan. Alhasil, Prima Jaya merasa dirugikan. Atas putusan itu, Telkomsel langsung mengajukan kasasi. Memori kasasi sudah diserahkan ke Pengadilan Negeri jakarta Pusat pada hari Jumat (21/9) lalu. Dalam memori kasasinya, Telkomsel menyertakan sejumlah alasan hukum mengapa dirinya tidak pantas dipailitkan oleh Pengadilan Niaga jakarta Pusat. Adapun alasan-alasan tersebut di antaranya, pertama, Telkomsel membantah kalau pihaknya memiliki kewajiban sebesar Rp 5,3 miliar kepada PT Prima Jaya Informatika, sebagai pemohon pailit. Menurut kuasa hukum Telkomsel, Ricardo Simanjuntak, yang menjadi dasar gugatan pailit itu merupakan perjanjian kerja sama yang dibuat antara Telkomsel dengan Prima Jaya. Ricardo mengatakan, dalam perjanjian itu disebutkan juga kalau Prima Jaya diharuskan menjual 1 Juta voucher isi ulang dan kartu perdana. Namun setelah satu tahun, target itu tidak tercapai. Berdasarkan itulah, Telkomsel menghentikan pengiriman suplai voucher isi ulang dan kartu perdana kepada Prima Jaya. Selain itu, Ricardo juga menjelaskan pertimbangan hakim yang menyatakan adanya kreditur lain, yaitu PT Extenct Extenxt Media Indonesia dengan nilai utang mencapai Rp 40 miliar. Menurutnya, semua kewajiban kepada Extenct sudah diselesaikan. Ia berharap Majelis hakim yang memeriksa materi kasasinya bisa memutus perkara ini secara adil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.