JAKARTA. Pergerakan harga tembaga telah menurun dalam kurun waktu tiga minggu. Pemicunya, antara lain data manufaktur China yang melambat serta kekhawatiran pasar terhadap lanjutan pemangkasan stimulus di Amerika Serikat (AS). Data manufaktur China, yang dirilis oleh HSBC Holdings Plc dan Market Economics, jatuh ke level terendah selama tujuh bulan, yakni di level 48,3 jauh, di bawah estimasi yang sebesar 49,5. Akibatnya, harga tembaga untuk kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange turun 1,09% menjadi US$ 7.077 per ton dibanding hari sebelumnya. Harga ini menjadi harga terendah sejak 6 Februari 2014.
Sentimen yang buruk dari China memang cukup membuat harga tembaga jatuh. Ini karena China menyumbang 45% dari konsumsi tembaga global. Jesper Dannesboe, Senior Commodity Strategist Societe Generale di London, seperti dikutip Bloomberg, memproyeksikan, pasokan tembaga akan melebih permintaan di tahun ini. Ini karena pasar properti di China akan melambat. "Pasar properti China melambat dan yuan ikut jatuh akan memperdalam kekhawatiran akan melambatnya permintaan tembaga," ujar Chae Un Soo, pedagang logam di Korea Bank Futures Co di Seoul, pada Bloomberg, kemarin. Tak hanya itu, menurut pengamat pasar komoditas Ibrahim, perbaikan ekonomi di AS ternyata tidak mampu menopang harga tembaga. Alasannya, pasar harus kena imbas sentimen rencana bank sentral Amerika Serikat yang akan memangkas stimulus moneter.